REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan fondasi ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menghadapi sentimen negatif akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed). Pada Rabu (14/12) The Fed memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) dari kisaran 0,25 persen menjadi 0,5 persen.
Sebagai negara berkembang dengan pasar domestik yang kuat dan pertumbuhan yang cukup tinggi, kata Menkeu, posisi Indonesia terbilang cukup istimewa dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. "Ini sudah memberikan suatu fondasi yang solid sehingga Indonesia bisa dibedakan dari negara-negara lain dalam arti positif," ujar Sri Mulyani usai menjadi pembicara dalam "Indonesia Economic Outlook 2017" yang diselenggarakan Partai Golkar di Jakarta, Kamis (15/12).
Fondasi ekonomi juga didukung dengan langkah-langkah penyehatan fiskal seperti penerbitan surat utang negara sebesar 3,5 miliar dolar AS pada awal 2016 dengan yield yang jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu. Selain itu, pemerintah memprediksi akan menutup APBN 2016 dengan defisit sekitar 2,5-2,7 persen, pertumbuhan sekitar 5 persen, peningkatan cadangan devisa serta neraca berjalan dan neraca modal yang terjaga.
Kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang ditunjukkan dengan kenaikan belanja infrastruktur, subsidi yang lebih tepat sasaran, kenaikan belanja untuk peningkatan kualitas SDM dan pengentasan kemiskinan, disebut Menkeu menumbuhkan harapan bagi para pelaku pasar bahwa tingkat permintaan dalam perekonomian Indonesia akan tetap tumbuh.
"Investasi pemerintah tujuannya untuk menciptakan demand tetap terjaga, dengan demikian kita punya kredibilitas dan sentimen positif tetap bisa kita jaga," tutur Menkeu.