REPUBLIKA.CO.ID,NUSA DUA -- Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas mengatakan penerapan inklusi keuangan secara konsisten terhadap sektor UKM bisa mendorong penguatan sistem finansial dalam jangka panjang.
"Kami percaya inklusi keuangan bisa memperluas jaringan perbankan, dan masyarakat serta meningkatkan efisiensi sistem finansial melalui pengembangan UKM," kata Ronald dalam pidato membuka acara "Maximizing the Power of Financial Access" di Nusa Dua Kabupaten Badung, Bali, Rabu (30/11).
Ronald menjelaskan, sebagai negara berkembang seperti Indonesia, peran inklusi keuangan sangat penting bagi perbankan dan masyarakat, karena bisa menurunkan biaya intermediasi yang masih tinggi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk.Selain itu, inklusi keuangan yang baik, bisa memberikan aktivitas ekonomi bagi masyarakat yang selama ini tidak tersentuh langsung dengan sistem perbankan, sehingga dampaknya bisa mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan.
"Melalui inklusi keuangan, peningkatan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi makin meningkat, sehingga harapannya ini bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan dan menurunkan tingkat kesenjangan," ujarnya.
Secara keseluruhan, menurut Ronald ada delapan manfaat dari penerapan inklusi keuangan yaitu mendorong efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan, menurunkan peran shadow banking dan mendukung pendalaman pasar finansial. Kemudian, bisa memberikan pasar potensial baru terhadap sektor perbankan, mendukung pengembangan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan keberlangsungan lokal serta menurunkan risiko bagi masyarakat berpenghasilan kecil.
Namun, kata Ronald, tujuan inklusi keuangan untuk menyejahterakan masyarakat masih menghadapi sejumlah tantangan maupun risiko yang bisa menghambat dan secara tidak langsung bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan. Salah satunya, terkait literasi masyarakat, karena apabila inklusi keuangan tidak diikuti dengan tingkat pendidikan yang memadai, maka berpotensi menimbulkan kebingungan informasi dan melahirkan masalah baru bagi sektor finansial.
"Kemampuan masyarakat, yang selama ini tidak tersentuh langsung dengan perbankan, yang rendah, justru bisa meningkatkan kredit macet, karena sebenarnya mereka kurang 'feasible'. Untuk itu, mereka tidak bisa diperlakukan sama seperti debitur lainnya," tutur Ronald.
Saat ini, baru sekitar 36 persen penduduk dewasa yang memiliki akses terhadap sistem perbankan. Melalui Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang dicetuskan Presiden Joko Widodo, diharapkan sebanyak 75 persen masyarakat memiliki akses
keuangan pada 2019.