REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai dampak dari pengetatan regulasi China terhadap sektor keuangan Indonesia. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan saat ini aktivitas perekonomian global mulai pulih sejalan dengan meredanya penyebaran Covid-19 varian delta di negara emerging markets.
"OJK masih perlu mencermati perkembangan global," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat (29/10).
Menurutnya OJK juga menyoroti tren peningkatan inflasi akibat terganggunya global supply chain, serta proses normalisasi kebijakan moneter global yang diekspektasikan akan dimulai dalam waktu dekat.
Dari sisi domestik, indikator-indikator ekonomi terus menunjukkan perbaikan sejalan penurunan kasus harian, pencapaian positivity rate terendah sepanjang pandemi, dan pulihnya mobilitas masyarakat. Kinerja eksternal juga tumbuh solid seiring peningkatan harga komoditas, ditunjukkan oleh surplus neraca perdagangan yang persistent, current account deficit yang rendah, serta peningkatan cadangan devisa.
"Hal ini diyakini dapat memberikan buffer yang memadai menghadapi naiknya volatilitas di pasar keuangan apabila The Fed melakukan tapering akhir tahun ini," ucapnya.
Kepercayaan terhadap prospek perekonomian Indonesia juga ditunjukkan dengan net buy oleh investor asing atau non residen. Per 22 Oktober 2021, non residen mencatatkan inflow sebesar Rp 6,07 triliun (net buy Rp 9,89 triliun di pasar saham dan netsell sebesar Rp 3,82 triliun di pasar SBN).
“Indeks harga saham gabungan (IHSG) naik ke level 6,644 atau menguat 5,7 persen (mtd). Sementara, pasar surat berharga negara (SBN) terpantau relatif stabil dengan rerata yield SBN naik 1,2 bps," ucapnya.