Selasa 29 Nov 2016 16:49 WIB

Backlog Perumahan Dipatok Turun Bertahap Hingga 6,7 Juta Unit

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Perumahan yang baru dibuat
Foto: Republika
Perumahan yang baru dibuat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan penurunan selisih pasokan dan permintaan rumah atau backlog hingga mencapai 6,7 juta unit di tahun 2019 mendatang. Artinya dengan angka backlog tahun ini yang masih di angka 11 juta unit, maka pemerintah harus menekan backlog hingga 1,4 juta unit per tahun, selama tiga tahun ke depan. Selain itu, pemerintah juga memasang target penurunan jumlah rumah tak layak huni hingga 1,9 juta unit di tahun 2019.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo menjelaskan bahwa langkah pemerintah untuk memangkas kesenjangan kebutuhan rumah yakni dengan memastikan Program Sejuta Rumah berjalan dengan baik, khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

“Dalam upaya pembangunan perumahan bagi MBR, pemerintah telah mengalokasikan dana APBN untuk pembangunan rusunawa, peningkatan kualitas perumahan, pembangunan rumah baru, serta pembangunan rumah khusus,” ujarnya.

Lukita menambahkan, upaya pemerintah untuk mengurangi backlog juga dilakukan melalui peluncuran Paket Kebijakan Ekonomi V dan XI tentang Dana Investasi Real Estate (DIRE), serta Paket Kebijakan Ekonomi XIII tentang Perumahan untuk MBR. Selain itu, pemerintah juga menerbitkan PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

“Aturan ini dikeluarkan untuk memberikan kepastian hukum kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Penerapan aturan ini tentunya juga dilakukan untuk mendorong investasi properti di Indonesia,” kata Lukita.

Sementara itu, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Eddy Hussy mendesak pemerintah untuk mempercepat penerbitan peraturan pemerintah (PP) tentang penyederhanaan perizinan pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia beralasan, beleid yang bisa menunjang percepatan pembangunan perumahan tersebut tak kunjung terbit sejak terbitnya paket kebijakan ekonomo ke-13 pada Agustus lalu.

"Pemerintah mesti mempercepat penerbitan peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum PKE XIII ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement