Ahad 20 Nov 2016 15:45 WIB

Sri Mulyani Ungkap Kondisi Ekonomi Domestik Setelah Aksi 4 November

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani ikut menanggapi situasi terkini di Tanah Air. Dengan pengalamannya di berbagai jabatan dalam negeri maupun internasional, ia yakin Indonesia bisa mengatasi masalah hukum sehingga tidak merembet ke stabilitas ekonomi.

Pernah menduduki jabatan penting di Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF) membuat Sri Mulyani berkesempatan untuk bertemu dengan banyak tokoh dengan berbagai latar belakang bangsa dan budaya. Di level global, Sri mengaku mendapat sudut pandang yang lebih luas untuk melihat Indonesia, khususnya berkaitan dengan keberagaman dan toleransi masyarakatnya.

Pengalaman yang ia punyai ini, kata Sri, yang kini menjabat sebagai Menteri Keuangan, membuatnya memiliki keyakinan besar bahwa masyarakat Indonesia memiliki kadar kedewasaan yang tinggi untuk bisa memilah mana urusan hukum, politik, atau ekonomi. Pernyataan Sri ini merespons satu kasus yang belakangan terjadi yang berkaitan dengan isu agama.

Gerakan masyarakat untuk menuntut keadilan pun muncul. Terakhir, aksi damai yang berlangsung pada 4 November lalu cukup memberikan gambaran betapa kejadian ini bukan masalah sepele. Bahkan rencananya, aksi damai akan dilakukan pada 2 Desember mendatang.

Sri mengaku tidak mempermasalahkan aksi tersebut. Menurutnya, sebagai negara demokratis maka setiap warga negara memiliki hak untuk menyuarakan aspirasinya. Terlebih, berdasarkan apa yang terjadi sebelumnya, aparat keamanan dan peserta aksi damai bisa menjaga ketertiban dan kesesuaian tema yang diusung. Hanya saja, ia berharap masyarakat bisa fokus untuk menyelesaikan kasus hukum agar tak merembet ke stabilitas ekonomi.

Bahkan, Sri mengatakan, reaksi pasar domestik pasca-aksi damai juga cukup positif. Artinya, iklim ekonomi dalam negeri masih cukup terjaga. Sedangkan tekanan pada pasar saham dan rupiah yang sempat terjadi pekan lalu lebih disebabkan oleh respons global terhadap pemilihan Presiden Amerikan Serikat (AS) yang dimenangkan Donald Trump. Sri meyakini, fundamental ekonomi nasional ditambah dengan konsistensi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk menjaga iklim ekonomi ikut memberikan optimisme bahwa ekonomi Indonesia akan baik-baik saja.

"Di banyak negara, masyarakatnya bisa hidup di lingkungan majemuk. Karena memang jarang suatu negara sepenuhnya homogen. Nah, hal ini bukan suatu yang unik bagi Indonesia. Kita harus jaga perbedaan itu bersama-sama," ujar Sri akhir pekan ini.

Sri mengungkapkan pengalamannya ketika masih menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia selama lima tahun. Ia mengaku sering melakukan kunjungan ke negara-negara di Afrika dan Amerika Latin. Ia menemukan tak sedikit negara yang ternyata memiliki kekayaan alam yang tak kalah dengan Indonesia.

Bedanya, hanya sedikit investor asing yang melirik potensi kekayaan alam di negara-negara yang sempat ia kunjungi. Sri menilai, kuncinya ada pada kestabilan ekonomi, politik, konsistensi kebijakan, dan yang tak kalah penting menurutnya adalah toleransi masyarakatnya yang tinggi. Artinya, kekayaan alam yang melimpah, belum bisa tergali dengan baik oleh investor bila pertumbuhan ekonomi masih negatif, inflasi meroket, atau terjadi kerusuhan sosial yang tak berkesudahan.

"Secara relatif, Indonesia masih punya daya tarik bukan karena pidato kosong semata. Tapi karena pondasi untuk ekonomi masyarakat yang toleran, masyarakat tumbuh, dan kreativitas yang luar biasa," ujar perempuan kelahiran Lampung 54 tahun silam ini.

Bahkan Sri juga menceritakan betapa masyarakat global begitu memuja keberagaman yang ada di Indonesia. Seperti ketika Sri merayakan hari raya keagamaan di AS, di mana tak sedikit warga asing yang menyanjung level toleransi umat Muslim Indonesia yang ada di AS.

Ia menilai, justru melalui hal-hal kecil seperti saling menghargai, bisa berujung pada stabilitas ekonomi yang bisa menunjang pertumbuhan. "Jadi meski di Indonesia hal kecil soal toleransi dianggap hal biasa, namun di luar sana kita dianggap luar biasa," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement