Jumat 18 Nov 2016 03:03 WIB

Pesatnya Industri Fintech Dorong Upaya Perlindungan Konsumen

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Salah satu aplikasi FinTech, Drrupiah. FinTech adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial. (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Salah satu aplikasi FinTech, Drrupiah. FinTech adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu inovasi di bidang jasa finansial. (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, penggunaan financial technology (fintech) yang semakin pesat mendorong otoritas untuk segera mengeluarkan aturan mengenai perlindungan konsumen pada tahun depan. Aturan yang berbentuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tersebut akan mengatur mengenai industri fintech secara keseluruhan.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S Soetiono mengatakan, data transaksi yang menggunakan teknologi pada 2015 telah mencapai 590 miliar dolar AS. Angka ini tumbuh 10 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya dan dinilai tumbuh cukup signifikan pada tahun ini.

Hal ini dikarenakan adanya kemudahan akses keuangan yang dapat menanggulangi persyaratan yang kompleks di konvensional. "Sebagai regulator kita harus perhatikan konsumen yang beragam, aspek-aspek pelindungan konsumennya, hal ini yang membuat kita siapkan aturan tapi peraturan ini disusun dengan sangat hati-hati, ada semua task force lintas kelembagaan dan departemen,"ujar Kusumaningtuti di Jakarta, Kamis (17/11).

Menurutnya, otoritas ingin antusiasme fintech tetap tumbuh agar bisa menjawab akses keuangan di daerah terpencil. Di sisi lain, aspek-aspek perlindungan harus dimasukkan sehingga tetap harus memperhatikan hak dan kewajiban pengguna.

Kusumaningtuti menegaskan, pihaknya tidak akan membuat regulasi kompleks yang menghambat inovasi, namun aspek hak dan kewajiban konsumen akan lebih ditekankan. "Tentu ini aturannya satu atau dua itu masalah teknis. Dalam hitungan bulan (aturannya selesai),"katanya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Julian Noor menilai perkembangan industri asuransi ke depannya harus didukung dengan teknologi melalui fintech. Meski begitu, untuk saat ini fintech hanya dapat digunakan untuk produk-produk asuransi yang simpel seperti asuransi kecelakan dan travel.

"Untuk asuransi umum baru bisa digunakan untuk memasarkan produk yang simpel. Kita ingin seperti Traveloka tapi khusus asuransi," kata Julian.

Selain memudahkan pengguna asuransi, Julian juga menekankan pentingnya perlindungan konsumen. Saat ini menurutnya sudah banyak perusahaan asuransi yang berminat untuk menggunakan fintech dalam pemasaran asuransi. Untuk itu pihaknya sangat menunggu-nunggu aturan ini dirilis oleh OJK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement