REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat, hingga saat ini outstanding transaksi repurchase agreement (Repo) telah mencapai Rp 9,9 triliun sejak adanya Global Master Repurchase Agreement (GMRA) pada Januari 2016. Transaksi repo merupakan transaksi pinjam meminjam likuiditas antarbank menggunakan agunan.
Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI), Nanang Hendarsah mengatakan, sampai dengan saat ini terdapat 73 bank yang sudah menandatangani perjanjian GMRA, sedangkan bank asing sebanyak 10 bank. Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 bank lokal dan dua bank asing sudah melakukan transaksi.
"Volume transaksi Repo saat ini rata-rata Rp 1 triliun per hari, tapi pernah mencapai Rp 4 triliun, jadi memang sangat tergantung kondisi likuiditas pasar. Pernah mencapai Rp 4,6 triliun per hari pada Januari 2016," ujar Nanang dalam penandatanganan GMRA antara HSBC dengan Bank Mandiri, BNI, BRI dan BCA di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11).
Nanang menuturkan, pengembangan pasar Repo menjadi krusial bagi transmisi kebijakan moneter, dan penting untuk mengurangi kendala yang menghalangi aliran likuiditas antarperbankan. Bank sentral menilai penting untuk menggeser transaksi dari unsecured (tidak aman) yakni berupa transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tanpa menggunakan agunan, menjadi aman sesuai dengan pelaksanaan terbaik yang diterapkan di negara-negara lainnya. "BI akan selalu memfasilitasi bank manapun dalam kerangka pengembangan pasar Repo. Hari ini ditambah dengan satu bank asing yang ikut Repo, HSBC," katanya.
Menurutnya, saat ini bank sentral dalam tahap membangun pondasi pengembangan pasar yang sehat. Selain itu, BI juga terus berupaya untuk meningkatkan kompetensi pelaku pasar. Karena terdapat 116 bank di Indonesia yang sangat tersegmentasi, dan tidak semua bank memiliki kompetensi yang sama.
Di sisi lain, diperlukan kesadaran dari seluruh level di industri perbankan, sehingga pasar ini lebih berkembang. Dalam pengembangan pasar Repo, kata Nanang, salah satu hal penting adalah perbankan harus cermat dalam manajemen likuiditas, terutama untuk bank-bank BUKU 1 dan 2.
"Dalam masa pembangunan pondasi ini kami ingin bahwa GMRA berjalan, segmentasi berkurang, dan kemampuan mengelola likuiditas meningkat," katanya.