Selasa 01 Nov 2016 16:08 WIB

Pasar Otomotif Lesu, Pembiayaan Adira Finance Cuma Mencapai Rp 22,1 Triliun

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Direktur Adira FInance Willy Suwandi Dharma. (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Presiden Direktur Adira FInance Willy Suwandi Dharma. (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adira Finance pada Kuartal III 2016 menyalurkan pembiayaan baru sebesar Rp 22,1 triliun atau turun tiga persen. Rendahnya daya beli masyarakat di tengah perlambatan ekonomi yang memicu penurunan pembiayaan ini.

Sementara penyaluran pembiayaan baru untuk sepeda motor mencapai Rp 12,5 triliun, pembiayaan mobil Rp 9,1 triliun dan pembiayaan durables Rp 500 miliar. Sepeda motor menyumbang 57 persen dari total penyaluran pembiayaan baru, sementara itu pembiayaan mobil memberikan kontribusi sebesar 41 persen dan sisanya adalah durables.

Direktur Utama Adira Finance, Willy Suwandi Dharma mengatakan, secara industri otomotif, hingga kuartal III 2016 tercatat koreksi yang cukup tajam sebesar 10 persen menjadi 4,35 juta unit bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 4,82 juta unit.

Bahkan penjualan domestik wholesales untuk mobil baru segmen komersial mengalami kontraksi yang lebih dalam, hingga 31 persen menjadi 149 ribu unit. "Ini karena daya beli masyarakat segmen menengah ke bawah yang masih belum pulih benar di tengah perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi dan harga komoditas yang masih lemah," ujar Willy pada Republika di Jakarta, Selasa (1/11).

Untuk itu, perseroan melakukan beberapa strategi sehingga dapat membukukan laba cukup signifikan. Tercatat pada kuartal III 2016 perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp 904 miliar atau tumbuh 114 persen dari tahun lalu yang sebesar Rp 423 miliar.

Peningkatan laba, ungkap Willy, terutama ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga bersih atau net interest income dari Rp Rp 2,8 triliun menjadi 3,3 triliun. Pertumbuhan pendapatan bunga bersih ini, lanjut dia, seiring penurunan total beban bunga sebesar 11 persen menjadi Rp 3,5 triliun dari tahun lalu yang sebesar Rp 3,9 triliun.

Selain itu yang membantu profitabilitas yakni cost of credit turun sebesar Rp 200 miliar dari Rp 1,262 triliun ke Rp 1,068 triliun. "Bukan itu saja, kita berhasil mempertahankan fee income, agak dijaga sedikit. Dibantu dengan penghematan pada biaya operasional yang turun dua persen menjadi Rp 2,1 triliun bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu," jelas Willy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement