REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak diantara anak bangsa yang memiliki pengaruh besar, pada masyarakat di Tanah Air. Mereka memperjuangkan kelangsungan hidup di sekitarnya, tanpa meminta imbalan lebih. Sebagian besar dari mereka bekerja dalam diam, sejumlah kegiatan dilakukan semata-mata untuk saling membantu sesamanya.
Untuk itu, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, PT Astra Internasional kembali menggelar program Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia) Awards 2016. Para pejuang bangsa ini mampu memberikan manfaat besar di masyarakat dalam sejumlah bidang, diantaranya, pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, kesehatan, teknologi, dan kategori mutiara yang berjuang secara berkelompok.
Adalah Mutiara Penerang Bangsa, sebutan bagi mereka peraih SATU Indonesia Award 2016. Mereka dinilai memiliki sumbangsih yang bermanfaat untuk masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut tentunya sejalan dengan cita-cita Astra, untuk sejahtera bersama bangsa.
"Awalnya kita, SATU Indonesia ini adalah payung Astra di bidang semua CSR, yang digagas tahun 2009. Supaya mengangkat ini, kita memberikan penghargaan kepada orang-orang luar, yang dikaitkan dengan Sumpah Pemuda. Kita ingin, orang-orang yang berkiprah dirasakan oleh masyarakat yang ada di setiap provinsi, bahkan kotamadya, kecamatan mendapatkan penghargaan," kata Head of Public Relations Astra International, Yulian Warman di Jakarta, Kamis (27/10).
Proses seleksi berlangsung selama tujuh bulan, dari Maret hingga Oktober 2016. Dimulai dari jenjang administrasi, penilaian program, verifikasi, hingga presentasi di hadapan dewan juri yang berpengalaman di bidangnya, yaitu Emil Salim, Nila Farid Moeloek, Fasli Jalal, Tri Mumpuni dan Onno Purbo.
Setiap tahunnya, jumlah pendaftar semakin meningkat, pada 2015 terdapat 2.071 pendaftar, namun kali ini melonjak hingga 2.341 peserta. Sementara saat pertama kali SATU Indonesia Awards berjalan, pada 2010 hanya ada 120 pendaftar. Di tahun ini, pendaftar lebih banyak datang dari daerah Jabodetabek, kemudian diikuti Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Usai penjurian berlangsung, akhirnya PT Astra lnternational menemukan tujuh mutiara terbaik yang berasal dari wilayah barat, hingga timur Indonesia. Mereka pun mendapat penghargaan, dan uang senilai Rp 55 juta, sesuai dengan kategori masing-masing pada Kamis, (27/10) di Kantor Pusat Astra International di Jakarta.
"Yang paling unik kali ini, salah satu pemenang dari kategori Kewirausahaan, Muhammad Aripin didampingi Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina. Biasanya, yang terima award didampingi saudara, atau istri, tapi ini Wali Kotanya sendiri," ujar Yulian menerangkan.
Adapun ketujuh pemenang yang meraih SATU Indonesia Awards 2016 diantaranya, di bidang Pendidikan, Zainul Arifin Lumajang dari Jawa Timur, ia berupaya menanamkan dan menumbuhkan rasa nasionalis dan cinta terhadap kekayaan bangsa, melalui seni budaya, serta kearifan lokal. Zainal menggagas sebuah program dari 10 November 2007, yang diberi nama "Pengenalan Pendidikan Kearifan Lokal melalui Sadar Wisata dan Musik Tradisional Daerah”.
Lalu di tahun ini, ada dua penerima apresiasi bidang kewirausahaan. Pertama, Muhammad Aripin dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ia berbisnis dengan mengolah sampah menjadi barang bernilai ekonomis, yang melibatkan anak jalanan, anak-anak korban narkoba, dan anak-anak putus sekolah. Kedua, Akhmad Sobirin dari Banyumas, Jawa Tengah, dengan mengajak masyarakat di daerahnya, yang selama ini memproduksi gula kelapa untuk memproduksi gula semut, setelah mendapat peluang pasar ekspor.
Kemudian di bidang Lingkungan, yakni Ridwan Nojeng dari Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang merintis produksi pupuk organik dari kotoran sapi di tempat asalnya, warga pun dimotivasi untuk ikut serta dalam upaya mengembangkan daerah tempat tinggalnya. Sedangkan di bidang Kesehatan, yaitu Yoga Andika dari Pasuruan, Jawa Timur yang memiliki kepedulian pada edukasi hidup sehat, dengan ikut serta dalam pendirian Posyandu Remaja.
Yoga mengatakan, terbentuknya Posyandu Remaja berawal dari inisiatif Kepala Desa Wonokitri, Tosari, Pasuruan, Aidarmiwati yang mengaku bingung, karena semakin banyak permasalahan remaja disana. Di Wonokitri, beberapa dari mereka sudah menikah di usia yang masih muda. Kemudian, Aidarmiwati pun berdiskusi dengan Yoga dan teman-temannya, sehingga terbentuklah Posyandu tersebut.
"Kami ada program untuk mengatasi pernikahan dini karena pergaulan bebas, di sana angkanya sangat tinggi. Saya melihat, teman saya, ada yang waktu lulus SMP langsung menikah, mereka menikah karena terpaksa, hamil duluan atau faktor ekonomi," ungkap Yoga.
Sebelum memberikan materi, Yoga pun diberikan pembekalan terlebih dahulu di puskesmas. Selain Yoga, bidan di Tosari juga kerap memberikan materi kepada para remaja di sana. Substansi penyuluhan meliputi, pernikahan dini, bahaya seks pranikah, efek negatif minuman keras dan nikotin, budaya hidup sehat, serta upaya menjaga kebersihan lingkungan yang ditujukan untuk remaja usia SMP dan SMA.
Saat ini, Posyandu Remaja telah menjangkau enam desa, dengan delapan pos untuk kegiatan Posyandu. Sementara itu, hadiah yang diterima Yoga dari Astra International, akan ia pergunakan untuk melengkapi fasilias Posyandu Remaja.
"Uang yang didapat bukan uang saya, tapi organisasi. Saya gak ambil sedikit pun, biar mereka yang kelola. Memang saya sebagai ketua, tapi saya ingin mereka saja yang berjalan. Keinginan kami, sebagian untuk melengkapi fasilitas, kemudian temen-temen posyandu, ingin membuat semacam proposal, untuk nanti bergerak di bidang kewirausahaan," ujarnya.
Di samping itu, untuk di bidang Teknologi pemenang berasal dari Garut, Jawa Barat, Dewis Akbar, ia mampu menjadi penggagas gamelan elektronik bersama dengan murid binaannya. Selanjutnya dari kategori Kelompok, dimenangkan oleh Yayasan Pendidikan Kemaritiman Indonesia Banda Aceh, dengan mengembangkan teknologi budidaya tiram bermodalkan ban bekas, bernama Rumoh Tiram sebagai tempat melekatnya benih tiram.