REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan pengusaha menilai target penerimaan pajak nonmigas yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 1.271,7 triliun terbilang ambisius.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menyatakan bahwa berbagai tekanan termasuk pelemahan ekonomi dan rendahnya harga komoditas masih belum mendukung iklim usaha, sehingga target penerimaan pajak tersebut dinilai memberatkan. Apalagi, angka pertumbuhan penerimaan pajak ini naik menjadi 15 persen dari total PDB.
"Kalau pengusaha begini kan masih ada perlambatan perekonomian walaupun tahun depan ada prediksi kenaikan 0,1 persen, nggak siginifikan, kalau menurut saya 15 persen itu cukup agresif ya," ujar Rosan, di Jakarta, Jumat (28/10).
Menurutnya, target yang dianggap tinggi ini memperlebar risiko bagi pemerintah untuk kembali mengalami shortfall penerimaan pajak di tahun depan. Akibatnya, peluang untuk memangkas anggaran terbuka sehingga memberikan iklim ekonomi yang kurang sehat di tengah perlambatan ekonomi dunia.
"Kalau target ini miss, kan terjadi shortfall. Akibatnya, ada revisi lagi, ada anggaran dipotong lagi, dan jadi nggak maksimal," katanya.
Rosan mendesak pemerintah untuk menurunakn target penerimaan pajak sekaligus memberikan dorongan kepada industri agar bisa memberikan sumbangsih dalam bentuk penerimaan pajak jangka panjang. Artinya, ia menilai bahwa target penerimaan pajak yang tidak terlalu agresif memberikan keyakinan kepada industri untuk ekspansi sehingga berpeluang memberikan penambahan basis pajak bagi pemerintah.
"Jadi ekspor bisa meningkat, lapangan kerja bisa tercipta, dan pertumbuhan ekonomi lebih bergerak. Sifatnya jangka panjang dan ada multiplier effect," katanya.