Senin 26 Sep 2016 18:55 WIB

Produksi Garam Nasional Dinilai Masih Kurang

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Petani Garam di Pamekasan (ilustrasi)
Foto: Saiful Bahri/Antara
Petani Garam di Pamekasan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --‎ Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang mempersiapkan peraturan menteri KKP agar industri yang mengimpor garam bisa ikut serta menyerap garam yang diproduksi petani lokal. Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengatakan, permintaan penyerapan garam lokal seharusnya tidak dilakukan oleh pemerintah. Sistem impor garam ini seharusnya ‎ bisa dilakukan layaknya impor komoditas lain seperti beras dan bawang yang tidak membebani industri.

Faisal mengatakan, harga garam rakyat saat ini memang dihargai sangat rendah antara Rp 200-Rp 300 per kilogram (kg)‎. Harga garam lokal tersebut jauh di bawah harga acuan yang ditetapkan Kementerian Perdagangan sebesar Rp 750 per kg untuk kualitas 1 (K1) dan Rp 550 untuk K2.

Tetapi rendahnya harga tersebut bukan karena menumpuknya garam di tingkat petani. Karena dari data KKP per 2014 kebutuhan garam nasional pada 2014 mencapai 3,6 juta ton, sedangkan produksinya hanya 2,2 juta ton.

"Jadi ada kekurangan. Agak aneh memang kalau negara kekurangan produksi garam, malah mengharuskan industri untuk ikut menyerap garam. Apanya yang bisa diserap kalau produksinya saja kurang," kata Faisal di Jakarta, Senin (26/9).‎‎

Faisal mengatakan, ketika industri harus ikut menyerap garam dari petani maka pelaku industri juga akan kesulitan untuk mengumpulkan garam dari petani.‎ Ini akan berdampak pada anggaran industri untuk mengambil garam ke sentra produksi, karena garam lokal produksinya masih terpisah-pisah di banyak tempat. Hal tersebut juga justru akan membuat harga garam masuk ke industri lebih mahal karena biaya operasional jauh lebih tinggi ketimbang saat mengimpor.

Menurut Faisal, pemerintah saat ini seharusnya fokus dulu dalam memproduksi garam dalam jumlah besar. Sebab jumlah garam masih terbatas. Selain itu, pemerintah juga wajib mendorong adanya perbaikan kualitas gula baik di sektor petani, ataupun melalui Perusahaan BUMN yang ditunjuk. Kedua sektor ini yang seharusnya dilakukan oleh pemrintah saat ini, bukannya mendorong industri menyerap bahan baku yang kurang berkualitas.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, draf Peraturan Menteri KKP mengenai kewajiban importir serap garam lokal saat ini masih dalam proses di Biro Hukum KKP. “Regulasi ini in-line dengan Permendag 125/2015. Pertama kewajiban penyerapan garam rakyat oleh importir. Kedua, memberikan arahan kualitas dan kuantitas. Ketiga, titik impor,” kata Brahmantya.

Baca juga: Produksi Garam Dalam Negeri Diprediksi Menurun

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement