REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produsen baja nasional meminta dukungan pemerintah terkait kembali membanjirnya produk baja impor yang dapat mengancam keberlangsungan industri baja yang telah dibangun bertahun-tahun.
Meskipun telah ditetapkan bea masuk yang sudah dinaikkan, impor baja terindikasi dilakukan dengan mengalihkan pos tarif, sehingga terhindar dari bea masuk. Industri baja nasional merasakan serbuan baja impor tersebut, bahkan kondisi ini semakin mengancam utilisasi produsen baja nasional.
"Kami terpaksa menutup satu line pabrik serta mengistirahatkan 500 karyawan sebagai dampak membanjirnya produk baja impor," kata Managing Director PT Ispat Indo, Baldeo Prasad Banka saat dihubungi, Senin (26/9).
Banka mengatakan, sebagai produsen utama produk baja wire rod selama ini bisnis perusahaan dapat berjalan karena memiliki pangsa pasar 60 persen setahun, namun tatkala pangsa tergerus sampai dengan 15 persen tentunya bisnis perusahaan akan terganggu.
Kasus membanjirnya impor baja sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun lalu yang dikemas melalui produk baja ringan dengan menambah unsur paduan atau dikenal dengan istilah baja paduan seperti pada produk baja karbon. Produk baja paduan selama ini memang mendapat fasilitas bea masuk dari pemerintah, namun kemudian hal ini disalahgunakan importir dengan memasukkan produk baja paduan dengan kandungan di bawah standar, bahkan pada beberapa kasus nyaris tidak ada kandungan apa pun di dalamnya.
Kondisi demikian membuat harga baja impor ini menjadi lebih murah dibandingkan dengan baja yang dibuat produsen dalam negeri.
Sementara itu, juru bicara PT Gunung Garuda, Ketut Setiawan, menyampaikan bahwa pemerintah sebelumnya pernah berhasil memperketat impor baja paduan ini dengan mengenakan bea masuk terhadap produk baja paduan yang tidak memiliki standar SNI.
"Kebijakan tersebut sempat berjalan efektif, namun entah mengapa kembali lagi terjadi pada tahun ini, ungkapnya.
PT Gunung Garuda merupakan produsen baja profile yang biasa diperuntukkan untuk pekerjaan konstruksi dan infrastruktur. Perusahaan ini juga merasakan turunnya pangsa pasar akibat serbuan baja impor berkedok baja paduan.
"Permintaan baja profile yang dipasok dari perusahaan kami dan PT Krakatau Wajatama (anak usaha PT Krakatau Steel) berkisar 400 ribu ton per tahun, namun akhir-akhir ini angka tersebut tidak pernah tercapai," ujar Ketut.
Ketut mengatakan, ada tiga hal yang dapat diambil pemerintah untuk melindungi industri baja dalam negeri. Di antaranya dengan mengenakan bea masuk anti-dumping. Pemerintah, lanjut dia, seharusnya mengantisipasi terjadinya banjir produk baja terkait dengan kelebihan stok negara-negara produsen utama baja seperti Cina yang saat ini memiliki kapasitas 750 juta ton per tahun, bandingkan dengan Indonesia yang hanya 10 juta ton per tahun.