Selasa 20 Sep 2016 20:40 WIB

Batu Bara Berkalori Rendah Bisa Gantikan LPG

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
Foto: Antara/ Widodo S. Jusuf
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan batu bara berkalori rendah dapat dikembangkan untuk memproduksi gas dimetil eter yang dapat menggantikan gas LPG. Alhasil, di masa depan impor bahan baku gas tidak lagi diperlukan.

"Yang menjadi mimpi dari perindustrian adalah membangun gasifikasi. Momentumnya sangat tepat karena sekarang harga batubara sedang rendah-rendahnya, apalagi batu bara berkalori rendah. Kita bisa substitusi LPG dari turunan batu bara," kata Arilangga, Selasa (20/9).

Airlangga mengatakan sebelumnya Indonesia telah mendorong agar kerosin atau minyak tanah tidak lagi dipakai untuk konsumsi rumah tangga kemudian mengalihkannya ke gas LPG. Namun, ia menjelaskan bahan baku LPG lebih mengandalkan pada impor daripada mengandalkan produksi dari industri petrokimia.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendorong produksi gas berbasis dimetil eter di Bontang dan ditargetkan mulai berproduksi pada 2019 untuk ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan impor gas. "Dimetil ether tidak hanya bisa dibangun di Bontang, tetapi juga di Sumatra Selatan karena di situ PT Bukit Asam punya sumber batu bara berkalori rendah," ujar Airlangga.

Sebelumnya, ia mengatakan industri asal Jepang, IHI Corporation Japan didorong untuk terus mengembangkan usahanya pada bidang gasifikasi batubara di Indonesia. IHI Corporation Japan telah membuat Prototype Plant Project untuk gasifikasi batu bara di area pabrik Pupuk Kujang, Jawa Barat.

Dalam kerja sama tersebut, anak usaha PT Pupuk Indonesia ini menjadi penyedia lahan, sedangkan IHI Corporation menjadi pengembang dan penyedia teknologi. Pabrik tersebut diperkirakan beroperasi komersial pada 2017. Dalam masa pengujian, pabrik mengubah 50 ton batu bara menjadi 1.800 million metric british thermal unit (mmbtu) gas per hari. Adapun komposisi gas yang dihasilkan adalah 20 persen gas CO, 30 persen gas CO2, dan 50 gas H2.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement