Senin 29 Aug 2016 17:00 WIB

Premanisme dan Pungli Hantui Pertumbuhan Industri Tekstil

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Buruh pabrik
Foto: Antara/Joko Sulistyo
Ilustrasi Buruh pabrik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, ‎persoalan pelemahan perekonomian global sudah pasti berdampak pada pertumbuhan industri tekstil. Namun di balik pelemahan ekonomi dunia, permasalahan premanisme dan permainan pungutan liar masih banyak terjadi di Industri ini.

Ketika sebuah industri tekstil membuka lowongan kerja, kata dia, banyak orang jahil memanfaatkan lowongan ini dengan mengambil untung secara tak elok. Mereka mencari masyarakat yang ingin bekerja di industri tekstil dengan meminta bayaran di awal Rp 2-3 juta‎. Mereka yang main jahil ini biasanya mengatasnamakan karang taruna sekitar industri atau atas lembaga swadaya masyarakat (LSM).

"Menurut saya ini menjurus hal negatif, harus ada tindakan tegas dari Kapolri‎. Ini sering terjadi di industri di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor, dan Subang. Di Jawa Timur sempat ada tapi mampu ditekan. Ini akan berdampak besar pada perbaikan sumber daya manusia (SDM) tekstil," kata Ade, di Jakarta, Senin (29/8).

Selain itu, keresahan pengusaha industri tekstil juga dikarenakan banyaknya premanisme yang terjadi di luar sekitar pabrik. Menurut dia, terdapat sejumlah masyarakat yang melakukan pemerasan terhadap suplier yang bekerja sama dengan industri tekstil. Suplier ini biasanya dikejar-kejar saat mereka keluar dari pabrik.

Bahkan ada juga orang yang mengatasnamakan pihak keamanan dan memiliki surat atas nama kelurahan atau kecamatan yang meminta uang pengamanan.

"Ini sangat luar biasa. Bisa sampai Rp 20-25 juta per tahun. Gimana mau iklim ekonomi berkembang jika masih ada yang seperti ini," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement