Ahad 14 Aug 2016 10:07 WIB

BI Relaksasi Aturan Pendirian Money Changer di Perbatasan

Red: Nur Aini
Petugas sedang menghitung uang Dollar di Money Changer, Jakarta, Rabu (7/10).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang menghitung uang Dollar di Money Changer, Jakarta, Rabu (7/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Bank Indonesia akan merelaksasi ketentuan dan mendorong pendirian usaha penukaran valuta asing (money changer) resmi bagi lembaga bukan bank di wilayah terdepan atau perbatasan.

"Secara bertahap nanti di daerah perbatasan ada kebijakan khusus, biar ada sarana penukaran uang di tempat-tempat rawan seperti perbatasan," kata Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto dalam keterangan di Batam, Ahad (14/8).

Erwin menerangkan pendirian money changer resmi memang perlu diperbanyak di wilayah perbatasan. Hal ini karena, wilayah perbatasan sangat rentan dengan intervensi mata uang asing. Minimnya sarana prasarana penukaran valuta asing (valas) bisa berisiko meningkatkan penggunaan mata uang non-rupiah di perbatasan.

"Banyak orang datang, tapi tidak ada tempat penukaran uang, bagaimana dia mau dapat rupiahnya. Ini kenapa kami merasa penting untuk membuat money changer," kata dia.

Namun, dia mengatakan tentu pendirian money changer tersebut sesuai dengan izin dari BI. Erwin menuturkan saat ini bank sentral masih merampungkan kemudahan dari kebijakan pendirian money changer tersebut. BI juga berkoordinasi tentang kebijakan ini dengan Asosiasi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA).

BI akan mendorong pelaku usaha penukaran valas untuk menggandeng pelaku usaha wisata agar bersama-sama mendirikan money changer di tempat-tempat pendukung kegiatan wisata, seperti hotel, restoran, dan lain-lain.

Erwin mengatakan pelanggaran transaksi dengan penggunaan valas di Indonesia sudah menurun, meskipun dia enggan menyebutkan datanya. Namun, kata Erwin, beberapa kegiatan ekonomi seperti pemenuhan kontrak dengan asing, dan juga sebagian kegiatan ekspor impor masih diperbolehkan menggunakan valas karena termasuk kegiatan perdagangan internasional dan pembiayaan internasional. Pengecualian itu juga tercantum dalam penjelasan di Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tanggal 31 Maret 2015.

Menurut data BI, saat ini kebutuhan penggunaan valas sudah menurun menjadi 2,5-2,8 miliar dolar AS per bulan dari 2014 sebesar 6-7 miliar dolar AS sebelum ada PBI Nomor 17/3/2015, seperti disampaikan Deputi Gubernur BI Ronald Waas di kesempatan terpisah. "Kalau ada kontrak dengan asing boleh pakai valas, itu diatur dalam UU, namun kegiatan pendukungnya, seperti katering, penginapan dan lainnya tetap harus pakai rupiah," ujar Ronald.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement