Jumat 12 Aug 2016 23:01 WIB

INDEF: Pemerintah Harus Bijak Menaikkan Cukai Rokok

Industri Hasil Tembakau (IHT)
Industri Hasil Tembakau (IHT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia. Industri ini menjadi penyumbang utama penerimaan cukai negara dan mampu menciptakan lapangan kerja cukup besar.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan tahun lalu IHT mampu memberikan pemasukan cukai mencapai Rp 139,5 triliun.

“Artinya 96 persen penerimaan cukai sangat bergantung pada IHT atau berkontribusi 11,7 persen terhadap total penerimaan pajak negara. Nilai tersebut belum termasuk penerimaan PPN yang mencapai lebih dari Rp 20 triliun dan pajak rokok sebesar Rp14 triliun,” kata Enny dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (12/8).

Menurut Enny, setiap kebijakan yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja IHT harus dilakukan dengan pertimbangan yang komprehensif. Apalagi jika kebijakan tersebut justru berdampak kontra produktif.

"Sebagaimana halnya ketika pemerintah memutuskan untuk terus menaikan cukai IHT secara masif. Akibatnya pertumbuhan penerimaan cukai justru menurun, bahkan tujuan untuk mengendalikan produksi rokok juga meleset,” ujar Enny.

Enny menegaskan ketika kenaikkan cukai tanpa disertai infrastruktur atau law enforcement yang jelas dan tegas, yang terjadi justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok illegal. Dengan demikian potensi pendapatan negara justru turun dan target untuk mengendalikan produksi rokok juga tidak tercapai.

Untuk itu, Enny meminta pemerintah harus bijak menanggapi usulan yang beberapa hari ini mengemukan di berbagai media untuk menaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Menurutnya, garus ada kajian yang komprehensif terlebih dahulu akan dampak dari kebijakan tersebut.  

"Jika kenaikan cukai rokok dinaikkan secara eksesif, hal ini justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok illegal,” kata Enny menambahkan.

Enny menyebutkan berdasarkan studi dari Universitas Gadjah Mada pada 2014 diketahui dengan tingkat cukai yang ada, perdagangan rokok Ilegal telah mencapai 11,7 persen dan merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Pada semester pertama 2016, sebagai akibat dari kenaikan cukai sebesar 15 persen di awal tahun, volume industri tengah mengalami penurunan sebesar 4,8 persen. Enny mendorong pemerintah untuk fokus pada ekstensifikasi, bukan hanya fokus pada penambahan cukai di IHT saja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement