Kamis 04 Aug 2016 10:07 WIB

Pemangkasan Anggaran Negara Dinilai Belum Cukup Atasi Defisit

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Anggaran Negara (ilustrasi)
Foto: Antara
Anggaran Negara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan memangkas anggaran kembali sebesar Rp 133 triliun. Pemangkasan ini diberlakukan untuk pemerintah pusat yaitu Kementerian dan Lembaga sebesar Rp 65 triliun dan Pemerintah Daerah mencapai Rp 68 triliun. Pemotongan anggaran ini dinilai belum cukup untuk mengatasi defisit APBN.

Anggota Komisi XI Johnny G Plate mengatakan, pemotongan jilid II ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Sebab dalam pemotongan anggaran pertama sebesar Rp 50 triliun sebenarnya masih kecil dengan perkiraan pemasukan yang akan turun sekitar Rp 200-300 triliun.

"Langkah ini sebenarnya realistis dengan pamasukan negara yang akan turun tahun ini melihat kondisi perekonomian global yang masih lemah," kata Johnny, Kamis (4/8).

Anggota DPR dari Partai Nasdem ini menjelaskan, dalam pembahasan mengenai perubahan APBN termasuk asumsi makro, sejumlah fraksi telah melihat bahwa asusmsi yang diajukan terlalu optimis di tengah perekonomian yang belum bangkit. Sayang pemerintah dan DPR justru menyetujui perubahan APBN yang sebenarnya sudah tidak kredibel.

 

Menurutnya, keinginan pemerintah menjaga krediblitas dengan menjaga asumsi makro pada pembahasan di DPR seharusnya bisa dihilangkan. Pemerintah seharusnya bisa lebih terbuka dan bisa melihat semua asumsi pemasukan yang masih terbatas. Hal itu termasuk asumsi pendapatan dari program amnesti pajak yang digadang-gadang bisa membawa dana segar masuk ke APBN sebanyak Rp 165 triliun pun sebaiknya tidak terlebih dahulu dimasukan dalam APBN Perubahan 2016.

Johnny menilai pemangkasan anggaran pertama dan kedua dengan total Rp 183 triliun juga dirasa masih membuat pemerintah kesulitan mengatur defisit negara. Sebab angka ini kemungkinan masih bisa bertambah dengan jangka waktu mencapai akhir tahun yang masih lima bulan lagi.

Melihat hal tersebut, Pemerintah pusat dan daerah diharap kembali melakukan penyisiran lebih maksimal sehingga semua program yang harus didanai adalah program prioritas yang bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Semua pemangku kebijakan dinilainya harus bisa berhati-hati dan lebih teliti dalam mengeluarkan anggaran agar defisit negara tidak terus meningkat dan melewati batas ambang tiga persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Jangan sampai utang kita terus naik dan nantinya membuat kesulitan pada tahun-tahun berikutnya," ujar Johnny.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement