REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Social listening menjadi instrumen strategis yang semakin krusial menjelang 2026. Hal itu terjadi ketika dunia usaha dan para pengambil kebijakan dihadapkan pada lingkungan yang kian kompleks dan dinamis.
Ketidakpastian ekonomi global, dinamika politik, serta perubahan ekspektasi publik yang bergerak cepat di ruang digital membuat proses pengambilan keputusan tidak lagi dapat bergantung pada laporan historis dan intuisi manajerial semata. Social listening berperan penting memahami arah pasar, percakapan publik, serta sentimen masyarakat.
Percakapan publik di media sosial kini menjadi refleksi awal dari perubahan perilaku konsumen, preferensi investor, hingga penerimaan masyarakat terhadap kebijakan atau inovasi baru. Melalui social listening, organisasi dapat menangkap dan menganalisis jutaan percakapan tersebut secara real time.
Direktur PT Social Cerdas Indonesia (Social Quotient), Manbir Chyle, menyampaikan, di level pengambilan keputusan strategis, social listening berperan sebagai alat pembacaan risiko dan peluang. "Di era yang tidak menentu, keputusan yang baik adalah keputusan yang berbasis pemahaman terhadap realitas publik," katanya dalam siaran pers di Jakarta, Senin (15/12/2025).
"Social listening membantu para eksekutif melihat sinyal-sinyal awal perubahan sentimen pasar dan masyarakat, sehingga strategi bisnis, investasi, maupun kebijakan dapat disusun secara lebih presisi," ujar Manbir melanjutkan.
Dalam konteks bisnis dan investasi, sambung dia, data percakapan publik sering kali menjadi indikator awal. Hal itu duiakukan sebelum perubahan tersebut tercermin dalam laporan keuangan atau data makro.