REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan di Singapura disebut tak tinggal diam dengan upaya pemerintah Indonesia untuk menarik dana melalui skema repatriasi dalam program pengampunan pajak atau tax amnesty. Mereka berwacana untuk membayar kompensasi setara tarif deklrasi bagi mereka yang ingin mengikuti tax amnesty.
Bukan hanya di Singapura, sejumlah negara yang selama ini menampung dana milik warga negara Indonesia (WNI) seperti Swiss dan Hong Kong juga bersedia membayar dana sehingga uang milik WNI yang selama ini terparkir di negara tesebut tidak ikut masuk ke Indonesia.
Pengamat perpajakan Danny Septriadi mengatakan, informasi mengenai adanya bujukan dari negara lain agar wajib pajak tidak menrepatriasi dana mereka ke dalam negeri memang telah bermunculan sebelum program tax amnesty ini disahkan oleh DPR. Perbankan di masing-masing negara telah meminta agar dana yang ada di negara tersebut tetap tinggal.
"Dengan dunia informasi yang semakin terbuka, negara-negara seperti Singapura langsung bereaksi. Apalagi pemerintah memastikan akan bekerja ekstra untuk mengoptimalkan program tax amnesty," ujar Danny, Jumat (22/7).
Singapura, lanjut Danny, jelas menjadi negara yang kelabakan saat pemerintah Indonesia ingin menarik dana milik WNI untuk digunakan di dalam negeri. Sebab selama ini likuiditas perbankan mereka sangat besar dipengaruhi dana pihak ketiga dari Indonesia. Dengan penarikan dana ini, sudah pasti likuiditas Singapura akan goyah dan akhirnya berpengaruh dalam perekonomian negeri Singa Putih tersebut.
Dengan berbagai upaya penjegalan yang bisa dilakukan negara lain atas program tax amnesty, pemerintah harus bergerak cepat dalam melakukan sosialisasi atas program tax amnesty. Pemeritah harus bisa memastikan wajib pajak khususnya mereka yang menyimpan dana di luar negeri agar bisa memasukan uangnya ke dalam negeri.
Wajib pajak harus diingatkan bahwa Indonesia tengah membutuhkan dana besar dalam pembangunan infrastruktur yang menjadi program prioritas pemerintah saat ini. Dana repatriasi yang disebut bisa mencapai ratusan triliun ini diharap bisa menjauhkan Indonesia dari ketergantungan dana pinjaman dari luar negeri.