REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan penggunaan perbankan syariah, khususnya dalam belanja negara, untuk membantu mendorong pangsa pasar syariah yang masih relatif kecil.
Praktisi keuangan syariah Mohammad B Teguh menilai, otoritas keuangan di Tanah Air sudah berupaya menggerakkan sektor keuangan syariah dengan berbagai upaya dan regulasi. Tetapi, dukungan dari pemerintah dinilai belum optimal.
"Di banyak negara kenapa industri syariahnya kencang karena pemerintahnya menggunakan bank syariah, sementara di kita pemerintahnya masih minim sekali menggunakan bank syariah," ujar Teguh di Jakarta, Senin (27/6).
Ia mencontohkan, tidak hanya di negara yang mayoritas berpenduduk muslim seperti Malaysia, bahkan di Singapura dan London yang masyarakatnya heterogen, industri keuangan syariahnya berkembang pesat.
"Misalnya payroll (pembayaran gaji) PNS saja, 50 persen pakai bank syariah, itu kan sudah menggunakan, atau misalnya BUMN besar, payroll-nya pakai bank syariah, itu saja sesimpel itu," katanya.
Menurut Teguh, Indonesia yang menggunakan dual banking system (konvensional dan syariah), seharusnya dapat mengaplikasikan hal tersebut dan tidak ada aturan yang dilanggar. "Tinggal political will (keseriusan) dari pemerintah saja. Menggunakannya itu yang kurang. Kalau regulasi (dari otoritas) sudah lengkap lah," ujar Teguh.
Pangsa pasar perbankan syariah saat ini masih di bawah lima persen dari pangsa pasar perbankan konvensional yang mencapai lebih dari Rp 6.000 triliun. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) aset perbankan syariah mencapai Rp 290 triliun.