REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau lebih dikenal dengan istilah Britain Exit (Brexit) tidak akan signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
"Indonesia tidak perlu cemas, (Brexit) tidak akan signifikan dampaknya. Kalau Uni Eropa terkena dampaknya, memang akan memberikan dampak lanjutan ke negara berkembang termasuk Indonesia, cuma dalam jangka panjang akan stabil," ujar Ahmad di Jakarta, Jumat (24/6)
Menurut Ahmad, dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang akan menerima dampak negatif justru Inggris sendiri. Inggris memang merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia di Uni Eropa, namun Indonesia masih memiliki mitra dari negara lain seperti Jerman dan Spanyol.
Ke depan, Ahmad menilai permasalahan tenaga kerja akan menjadi isu utama di Inggris mengingat salah satu prinsip fundamental Uni Eropa terkait Free Movement atau perpindahan tenaga kerja secara bebas di UE akan menjadi terbatas. Ada sekitar 800 ribu masyarakat Polandia yang bekerja dan menetap di Inggris, dan belum termasuk sumber daya manusia dari negara lain dari Uni Eropa.
Tenaga kerja yang berasal dari luar Inggris berpotensi akan berpindah ke negara lain seperti Prancis, Jerman, atau Belanda. Inggris diprediksi akan sulit mencari sumber daya manusia yang baru untuk menggerakkan roda ekonomi domestik.
Adapun tenaga kerja yang tetap bertahan di Inggris juga diperkirakan tidak akan memperoleh perlakuan yang sama seperti sebelumnya, misalnya tidak lagi mendapatkan tunjangan dan bantuan sosial. Isu tenaga kerja tersebut dinilai akan berpengaruh terhadap ekonomi Inggris sendiri. "Industri di Inggris akan tumbuh melambat, artinya permintaan impor Inggris juga akan melambat. Jadi ekspor kita ke Inggris juga melambat," ujar Ahmad.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat mengatakan, dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesia bisa saja nantinya membuat bilateral free trade agreement (FTA) dengan Inggris. Pemerintah saat ini tengah menyelesaikan proses negosiasi dengan UE soal UE-CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dalam upaya meningkatkan perdagangan internasional.
Baca juga: Brexit Dinilai Tambah Ketidakpastian Baru di Bursa Saham