REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melakukan bauran kebijakan dengan melonggarkan kebijakan moneter dan makroprudensial secara bersamaan. Langkah ini dilakukan guna mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dalam negeri di tengah melemahnya perekonomian global.
Dalam Rapat Dewan Gubernur BI Rabu (15/6) hingga Kamis (16/6), BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 6,50 persen. Penurunan BI rate ini merupakan yang keempat kalinya jika dihitung sejak awal tahun ini.
Selain itu, dalam RDG, BI juga memutuskan suku bunga deposit facility dan lending facility juga turun sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi 4,50 persen dan 7,00 persen, berlaku efektif sejak 17 Juni 2016.
“Bank Indonesia juga memutuskan BI 7-day (Reverse) Repo Rate turun 25 bps dari 5,50 persen menjadi sebesar 5,25 persen sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang telah diumumkan pada 15 April 2016,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di Jakarta, Kamis (16/6).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, penurunan BI Rate ini, dilakukan karena kredit perbankan masih melambat. Sehingga diperlukan dorongan agar kredit bisa tumbuh.
"Selain mendorong pertumbuhan kredit, nilai inflasi yang masih terjaga juga menjadi salah satu faktor penurunan BI Rate," ujar Darmin di kantornya, Kamis (16/6) malam. Menurut Darmin, saat pemerintah mampu menjaga infasi tetap stabil dan tidak tinggi, maka kemungkinan penurunan BI Rate masih bisa dimungkinkan.
Tapi penurunan ini tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. Lebih lanjut, mantan gubernur BI ini menambahkan, dengan BI Rate yang diturunkan dan inflasi yang terjaga maka bisa memberikan ruang kepada masyarakat untuk meningkatkan konsumsi.
"Ini biasanya berhubungan. Kalau tingkat bunga turun maka konsumsi cenderung naik," kata Darmin menjelaskan.