REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menjelaskan, data terkait praktik gesek tunai (gestun) yang dilakukan pengguna kartu kredit diperoleh berdasarkan laporan bank.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Surveilans Sistem Keuangan BI, Agusman mengatakan, pemantauan praktik gesek tunai (gestun) dapat diketahui dengan beberapa cara. Pertama, melalui laporan-laporan yang disampaikan oleh bank terutama berdasarkan self assessment oleh bank terhadap merchant-merchant yang secara definitif telah ditutup kerja samanya oleh bank.
Kedua, melalui pemeriksaan di lapangan yaitu dengan menganalisis kewajaran transaksi yang dilakukan oleh merchant. Ketiga, apabila ada yang tertangkap tangan.
"Data tentang gestun diperoleh berdasarkan laporan bank, hasil pemeriksaan atau tertangkap tangan," ujar Agusman pada Republika.co.id, Selasa (14/6).
Menurut Agusman, apabila bank yang mengetahui ada praktik gestun, namun tidak menindak tegas, akan diberikan sanksi administratif oleh Bank Indonesia. Sanksi administratif tersebut berupa larangan akuisisi merchant baru dan menambah mesin EDC kartu kredit untuk jangka waktu tertentu.
Menurut Agusman, mesin electronic data capture (EDC) yang disewakan oleh penyedia EDC belum tentu menjadi alat yang digunakan untuk praktik gestun. Berdasarkan pemeriksaan selama ini, kata Agus, belum ditemukan adanya dugaan tersebut.
"Namun, kepada bank/penyelenggara telah diminta untuk melakukan langkah-langkah mitigasi antara lain dangan melakukan assessment saat baru bergabung, melakukan evaluasi kinerja, dan menerapkan terms and conditions yang jelas terhadap hak dan kewajibannya," ujarnya.
Agus menjelaskan, sejumlah langkah telah dilakukan oleh BI, antara lain dengan menyampaikan surat kepada industri bahwa gestun dilarang, memberikan sanksi kepada penyelenggara yang ditemukan adanya praktek gestun di dalam pengelolaannya, membuat nota kesepahaman dengan ASPI, AKKI, dan penyelenggara dalam pemberantasan gestun dan denda bagi yang melanggar.
Selain itu, juga melaporkan merchant-merchant ke dalam Data Alert Merchant Indonesia (DAMI) yang pengelolaannya dilakukan oleh AKKI sebagai negative list merchant yang selanjutnya diedarkan kepada penyelenggara untuk dilakukan self assessment di masing-masing penyelenggara.
"BI juga meminta kepada penyelenggara untuk melakukan edukasi dan pemberitahuan kepada nasabah pemegang kartu agar menggunakan kartu dengan bijak dan dengan sesuai peruntukkannya," ujarnya.
Agus menegaskan agar praktik ini dilarang. Sebab, selain berdampak pada meningkatnya kredit macet (NPL), praktik ini juga berdampak pada pertumbuhan portofolio kartu kredit menjadi tidak sehat, pendapatan yang semu, dan potensi terjadinya money laundering.
Baca juga: Pengawasan Gesek Tunai Dinilai Jadi Tanggung Jawab Bank