Rabu 01 Jun 2016 18:41 WIB

Indonesia Butuh 50 PLTN Hingga 2050

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ani Nursalikah
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN (ilustrasi)
Foto: EPA/Laurent Dubrule
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir/PLTN (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kajian Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyebut, Indonesia setidaknya membutuhkan 50 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) hingga 2050. Setiap pembangkit itu minimal berkapasitas 1.000 megawatt (MW) guna memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia.

Sementara, dalam jangka pendek, Indonesia membutuhkan minimal dua PLTN berkapasitas setara 2.000 MW hingga 2025. Dua daerah masuk dalam kajian sebagai lokasi pengembangan PLTN, yakni Gunung Muria dan Bangka Belitung.

"Batan memang pernah melakukan kajian terhadap kebutuhan pembangkit berbasis nuklir itu. Ya, paling tidak dibutuhkan 36 PLTN hingga 2050. Saya menilai Indonesia memang membutuhkan energi berbasis teknologi itu," ujar Direktur Pengembangan Reaktor Serbaguna Batan Bambang Herutomo melalui rilisnya, Rabu (1/6).

Saat ini, kata Bambang, Batan sedang membangun satu proyek percontohan (pilot project) pembangkit nuklir. Ini merupakan komitmen lanjutan dari yang sebelumnya pernah dilakukan antara instansi ini dengan Rosatom. Proyek yang masih dalam pengembangan ini berlokasi di Serpong, berkapasitas 10 MW dan ditargetkan selesai secepatnya.

Pekan ini, Batan dan Rosatom juga menandatangani nota kesepahaman menyangkut pengembangan isotop yang akan dipakai di sektor medis. Kerja sama ini berlangsung selama lima tahun.

"Ada pembagian kerja. Sebagian dikerjakan oleh Rosatom, sebagian lagi Batan. Kalau tahun 80-an, kita kerja sama dengan Jerman, sekarang kita coba kerja sama dengan Rusia,” jelas dia.

Dia berharap kerja sama ini akan memberikan kepastian bagi Batan dalam pemenuhan isotop bagi reaktornya. Sebelumnya, instansi ini bekerja sama dengan perusahaan lokal  yang menggunakan teknologi Jerman.

Selain Batan, Rosatom juga menggandeng Universitas Indonesia (UI) dalam riset teknologi nuklir. Nota kerja sama ditandatangani Rektor UI Mohammad Anis dan Presiden RMS PI AA Merten, salah satu unit usaha Rosatom, pada Senin (30/5) kemarin.

"Ada banyak riset yang dapat kita lakukan secara bersama-sama. UI sudah komitmen sebagai green campus. Kampus yang ramah lingkungan, waste management," kata Muhammad Anis.

Menurut dia, nuklir sudah semestinya disosialisasikan secara luas kepada seluruh elemen masyarakat, yaitu bahwa pengembangannya bukan hanya untuk energi, melainkan juga di banyak sektor lain, seperti medis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement