REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah disarankan untuk mengubah tarif tebusan pengampunan pajak. Tarif yang diajukan dalam draf RUU Pengampunan Pajak dinilai belum ideal untuk mewujudkan repatriasi dana.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan, perbedaan tarif pengampunan pajak bagi wajib pajak (WP) yang hanya sebatas melakukan deklarasi aset dengan yang mengikuti repatriasi masih terlalu kecil.
"Kalau perbedaannya terlalu kecil, wajib pajak tidak akan terdorong untuk repatriasi. Padahal, repatriasi menjadi hal terpenting dalam program pengampunan pajak," kata Yustinus, Kamis (26/5).
Pemerintah mengusulkan tarif berjenjang 1-3 persen jika dana yang selama ini ditempatkan di luar negeri, dikembalikan ke Indonesia. Namun, jika dana tersebut hanya dilaporkan dan tidak ditempatkan di Indonesia atau sebatas deklarasi aset, tarifnya dikenakan 2-6 persen.
Yustinus menyarankan agar tarif diubah menjadi dua persen untuk repatriasi dan lima persen untuk deklarasi. "Kalau tarif tidak mendorong repatriasi, negara tidak mendapat dana segar untuk pembangunan,” katanya.
Menurut Yustinus, repatriasi dana menjadi tolok ukur keberhasilan program pengampunan pajak. Sebab, pengembalian dana-dana yang tersimpan di luar negeri, dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian.