REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan Indonesia masih membutuhkan jutaan wirausaha baru untuk mencapai dua hingga lima persen jumlah wirausaha dari seluruh populasi penduduk.
"Kita masih butuh 1,7 juta sampai 1,8 juta bahkan butuh 5,8 juta pengusaha kalau menuju empat persen (jumlah wirausaha dari total populasi penduduk)," kata Presiden Jokowi dalam acara Jambore Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Perguruan Tinggi se-ASEAN yang diselenggarakan di Telkom University Convention Hall Bandung, Senin (23/5).
Jumlah pengusaha di Indonesia masih kalah tertinggal dibandingkan jumlah pengusaha di negara lain di ASEAN yang rata-rata sudah mencapai empat persen dari total populasi penduduk. Jumlah wirausaha di Indonesia baru sekitar 1,6 persen atau belum sebanyak Singapura yang mencapai tujuh persen jumlah penduduk, Malaysia enam persen, Thailand lima persen, bahkan Vietnam tiga persen.
"Indeks daya saing global di 10 negara ASEAN tertinggi masih Singapura dengan 5,68 persen, kemudian Malaysia 5,23 persen, kemudian Thailand 4,64 persen, baru kemudian Indonesia 4,52 persen," katanya.
Itu artinya, kata Presiden, masih banyak yang harus diperbaiki untuk meningkatkan daya saing global Indonesia.
Selain itu, ia menambahkan dari sisi peringkat ease of doing business Indonesia masih berada pada posisi 109 dari tahun sebelumnya 120.
Peringkat pertama ditempati Singapura, sedangkan Malaysia pada peringkat 18, Thailand 49, dan Vietnam 90.
"Nomor kita masih 109 masih jauh sekali karena keruwetan kita dalam memberikan perizinan untuk memulai usaha," katanya.
Presiden pun memerintahkan jajarannya agar melakukan perbaikan signifikan dalam berbagai hal sehingga tahun depan peringkat tersebut bisa naik pada level 40. "Untuk kompetitif maka kita harus lincah bergerak, kita dorong paket deregulasi, kita juga tidak menunda-nunda pembangunan infrastruktur, tidak hanya di Jawa tetapi lebih banyak di luar Jawa," katanya.
Ia berpendapat dengan pembangunan infrastruktur itulah maka daya saing menjadi lebih baik termasuk biaya logistik menjadi lebih murah. "Perubahan yang kita lakukan itu adalah untuk membuka seluas-luasnya kesempatan anak muda untuk berusaha," katanya