REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengaku mengalami kerugian setelah peraturan yang mewajibkan lembaga jasa keuangan penerbit kartu kredit untuk melaporkan setiap data dan transaksi kartu kredit kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dirilis pada Maret lalu. Kerugian tersebut berupa penurunan jumlah mutasi harian senilai tiga kali lipat menjadi Rp 120 miliar per hari.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja dalam acara Indonesian CEO Talk di Jakarta, Selasa (17/5). Jahja mengaku, sejak peraturan tersebut dirilis, ia langsung memonitor apa yang terjadi pada nasabah kartu kredit BCA.
"Sejak peraturan itu berlaku, ada tiga kali lipat penutupan kartu kredit, mutasi harian kami dari Rp 147 miliar per hari langsung turun ke Rp 120 miliar," ungkap Jahja.
Jahja menilai, banyak dari pengguna kartu kredit yang paham mengenai peruntukan data tersebut harus dilaporkan, dan tidak khawatir untuk spending atau berbelanja dengan kartu kredit. Namun, juga banyak pengguna yang tidak paham betul sehingga terkena halo effect atau ikut-ikutan.
"Banyak juga yang halo effect. Dia nggak mikir lagi. Orang yang nggak tahu urusan, dengar kiri kanan langsung tutup (kartu kredit)," ujarnya.
Bahkan, menurutnya juga ada yang menutup kartu kredit dan beralih ke penggunaan uang tunai karena khawatir akan peraturan tersebut. Padahal di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) menghendaki cashless society atau masyarakat yang mengurangi penggunaan uang tunai.
"Di sisi lain BI dan OJK menghendaki cashless society bagaimana mengurangi peredaran uang tunai karena itu tidak efisien. Tetapi dengan adanya peraturan ini oh ya udah saya tunai aja buat apa pake kartu kredit. Ini kan jadi jelas ada satu hal yang tidak match ya," ujarnya.
Kendati begitu, ia mengaku optimistis hal tersebut tidak akan berlangsung lama. Sehingga pihaknya tidak berencana melakukan antisipasi terkait hal ini. "Sementara ini banyak yang kaget dan khawatir. Tapi itu kan nggak serta merta akan seperti itu terus,"katanya. Untuk itu ia menegaskan jika perlu ada sinkronisasi atas peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah dan akibatnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi serta tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. Aturan tersebut ditetapkan sejak 22 Maret dan telah berlaku sejak PMK tersebut diundangkan.
Data tersebut harus segera dilaporkan dalam bentuk langsung ke Direktorat Jenderal Pajak maupun secara elektronik (online) paling lambat 31 Mei 2016.