REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Nasdem Jhony G. Plate mengatakan, banyak perusahaan investasi bodong yang ditutup karena ada unsur penipuan ternyata masih bebas berkeliaran.
"Para penipu investasi itu masih bisa membangun lagi perusahaan serupa dengan hanya mengganti nama perusahaaan dan nama direksinya. Padahal, dikelola oleh orang yang sama," katanya, Ahad, (15/5).
Pengawasan ini menjadi tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sia-sia saja membentuk OJK selama ini jika tidak ada value added-nya.
Jhony berharap, OJK bisa pro aktif menangani kasus-kasus penipuan terhadap produk investasi bodong yang selama ini terjadi. "Di sisi lain, perusahaan investasi bodong ini malah melebarkan usaha di luar izinnya."
Mereka ternyata juga tidak melapor ke OJK meski sebenarnya mereka ini harus mendapat izin dari OJK. Mereka jelas melakukan transaksi keuangannya tapi OJK tidak memasukkan industri tersebut dalam pengawasannya.
Dalam waktu dekat, kata Jhony, DPR akan memanggil kembali OJK, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), BKPM, hingga Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait lepas tangan pengawasan dari perusahaan investasi bodong ini.
Selain itu DPR juga akan memanggil pihak kepolisian untuk menetapkan direksi perusahaan investasi bodong ini bila terbukti terlibat menggelapkan dana nasabah dan menetapkan direksi perusahaan tersebut menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ketua Satgas Waspada Investasi sekaligus Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK, Tongam Lumban Tobing mengatakan, pengawasan investasi bodong bukan semata tugas OJK. "Korban penipuan justru banyak yang tidak melapor ke kami karena malu."
Mereka yang umumnya kalangan berpendidikan, tokoh masyarakat dan punya status sosial biasanya memilih diam karena gengsi atau malu. ”Ini yang membuat tim Satgas Waspada Investasi (SWI) kesulitan mengungkap pelaku investasi bodong. Korban diam justru ikut menyuburkan praktik tidak sehat tersebut."