Rabu 04 May 2016 23:24 WIB

Kebijakan Kantung Plastik Berbayar Dinilai Salah Sasaran

Kantung plastik belanjaan.
Foto: pixabay
Kantung plastik belanjaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Peduli Bumi Indonesia Ananda Mustajab Latif menyarankan pemerintah membangun bank sampah untuk mengatasi persoalan sampah yang tidak mudah diurai oleh tanah.

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi kelompok terarah (FGD) perubahan iklim bertajuk "Permasalahan dan Solusi" di Kantor Menpora, Jakarta, Rabu, (4/5) Ananda mengatakan bahwa saat ini Indonesia menjadi negara kedua di dunia yang bergantung pada plastik.

"Kalau Indonesia tak bisa menangani limbah plastik, akan berpengaruh pada perubahan iklim dunia," kata Ananda.

Namun, lanjutnya, kalau pemerintah sudah memiliki bank sampah, maka limbah plastik bukan masalah lagi, sebagaimana di sejumlah negara Eropa.

"Di Eropa, limbah plastik bisa diurai dalam waktu singkat melalui bank sampah. Indonesia juga seharusnya segera membuat bank sampah yang tanggung jawabnya langsung ke Presiden," katanya.

Pada kesempatan itu Ananda juga mengkritik kebijakan pemerintah soal kantong plastik berbayar yang dinilainya terlalu kecil pengaruhnya dan salah sasaran karena yang menjadi sasaran justru plastik yang mudah diurai oleh tanah. Menurut dia, plastik yang ada di pasar tradisional, jumlahnya sekitar 70 persen, adalah plastik yang sulit diurai sehingga seharusnya masuk dalam kebijakan pemerintah itu.

Apalagi, jenis plastik lainnya yang jelas-jelas sulit diurai, seperti plastik untuk gelas minum dan styrofoam, justru beredar luas di pasaran.

"Plastik yang susah diurai justru plastik gelas, styrofoam, dan lain-lain. Plastik jenis itu yang justru berbahaya. Kalau mau ekstrem, stop saja impor plastik," tegasnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement