REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, posisi utang Indonesia hingga saat ini masih dalam keadaan aman, dengan rasio utang mencapai 27 persen terhadap PDB.
"Pada akhir Maret total utang pemerintah pusat mendekati Rp3.200 triliun, atau sekitar 26,8 persen terhadap PDB," katanya di Jakarta, Kamis (28/4).
Robert menjelaskan nominal utang Indonesia meningkat setiap tahunnya, karena pemerintah menjalankan kebijakan defisit dalam pengelolaan belanja APBN. Namun, ia memastikan seluruh utang tersebut dikelola dengan baik dan pembiayaan dari pinjaman tersebut sangat bermanfaat untuk mendorong kinerja pembangunan nasional.
"Kita masih sangat mampu untuk membayar utang, apalagi rata-rata jatuh tempo obligasi kita mencapai 9,29 tahun. Ini cukup aman dan kemampuan membayar masih ada," ujar Robert.
Robert menegaskan utang yang berasal dari pinjaman luar negeri maupun dari Surat Berharga Negara (SBN) tersebut digunakan untuk pembiayaan sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur fisik maupun sosial.
Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, hingga akhir Maret 2016, total utang pemerintah pusat mencapai Rp3.271,82 triliun yang terdiri atas pinjaman Rp750,16 triliun dan penerbitan SBN Rp2.521,66 triliun.
Sementara, realisasi pembiayaan dari pinjaman maupun penerbitan SBN (neto) untuk 2016, hingga awal April, telah mencapai 55 persen atau sekitar Rp300 triliun dari target pembiayaan bruto sebesar Rp556 triliun.