REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Nasrudin Joko Suryono mengatakan, pemerintah sedang mengkaji rencana pungutan cukai untuk botol plastik. Tujuan pengenaan cukai ini untuk mengurangi konsumsi dan menjaga lingkungan.
Nasrudin menjelaskan, objek cukai di Indonesia masih minim. Cukai selama ini hanya dikenakan untuk produk hasil tembakau, etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan minuman keras.
"Usulan barang kena cukai lainnya yang masih dikaji yakni untuk kemasan plastik dalam bentuk botol minuman," ujar Nasrudin di Jakarta, Selasa (12/4).
Nasrudin menambahkan, alasan rencana pengenaan cukai terhadap produk plastik tersebut yakni meningkatnya kebutuhan plastik menjadi 3,2 juta ton dari sebelumnya 3 juta ton pada 2015. Sedangkan, secara keseluruhan pertumbuhan permintaan plastik lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi yakni sebesar tujuh persen. Pengenaan cukai ini bertujuan untuk kelestarian lingkungan, sebab sampah plastik baru bisa terurai dalam kurun waktu 100 tahun.
Menurut Nasrudin, pertimbangan pungutan cukai terhadap botol minuman plastik mengacu pada kebijakan cukai di luar negeri. Dia mencontohkan beberapa negara seperti Ghana, Hungaria, dan India telah menerapkan cukai plastik untuk produk plastik. Ghana misalnya memungut cukai plastik dan produk plastik sebesar 10 persen karena alasan lingkungan. Sementara Kenya, Inggris, Skotlandia, dan Irlandia Utara mengenakan cukai untuk produk tas plastik.
"Di beberapa negara, penggunaan plastik sudah dilarang," kata Nasrudin.
Nasrudin mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengkaji pungutan cukai kemasan plastik dalam bentuk botol minuman bersama para asosiasi terkait. Usulan tersebut akan dibawa dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.