REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi Lukman mengatakan, pelaku usaha menolak rencana pemerintah untuk mengenakan cukai terhadap botol minuman plastik. Rencana ini dianggap tidak memiliki dasar yang kuat dan akan menjadi beban bagi pengusaha.
"Kami punya data-data bahwa di tempat pembuangan sampah akhir hampir tidak ada botol plastik, karena langsung didaur ulang," ujar Adhi di Jakarta, Selasa (12/4).
Adhi menegaskan bahwa, rencana pengenaan cukai untuk botol plastik tidak sesuai dengan dasar dan kriteria cukai. Menurutnya, botol plastik konsumsinya tidak perlu dikendalikan dan diawasi, selain itu pemakaiannya tidak menimbulkan dampak negatif dan biasanya langsung didaur ulang.
Pengenaan cukai pada botol plastik akan menganggu usaha skala kecil dan menengah. Selain itu, menurut Adhi, penagihan cukainya juga akan sulit karena minim data. "Kebijakan PPn yang sudah jelas aturannya saja belum jalan, nah ini malah bikin aturan baru," kata Adhi.
Adhi menambahkan, rencana pengenan cukai botol plastik berbeda dengan kebijakan kantong plastik berbayar. Menurutnya, kebijakan kantong plastik berbayar bertujuan untuk mengedukasi konsumen agar mengurangi konsumsi plastik.
Sementara itu, Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, cukai merupakan alat kebijakan untuk mengendalikan konsumsi yang membahayakan kesehatan. Berdasarkan pengalaman beberapa negara, kebijakan cukai harus mempertimbangkan beberapa aspek antara lain tingkat perdagangan ilegal, jenis barang, kapasitas kelembagaan dalam menegakkan aturan kebijakan cukai, dan biaya administrasi dari kebijakan cukai.
Menurut Enny, selain ekstensifikasi cukai, terdapat beberapa opsi dalam mengoptimalkan penerimaan perpajakan yakni melalui evaluasi kelembagaan dan optimalisasi PPh yang tidak mengganggu konsumsi masyarakat. Alternatif ini perlu diambil karena tidak mengganggu iklim investasi di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi.
Baca juga: Botol Plastik akan Dikenai Cukai