Senin 11 Apr 2016 18:38 WIB

Indonesia Dinilai Baru Siap Terapkan Tax Amnesty 3 Tahun Lagi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nur Aini
Pekerja melintas pada sosialisasi pembayaran pajak di gedung perkantoran Jakarta, Selasa (2/3).
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Pekerja melintas pada sosialisasi pembayaran pajak di gedung perkantoran Jakarta, Selasa (2/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Indonesia dinilai belum siap menerapkan tax amnesty atau pengampunan pajak. Indonesia Corruption Watch (ICW) memperkirakan Indonesia baru akan siap mempraktikkannya dua atau tiga tahun mendatang.

“Paling tidak sampai exchange of information (pertukaran informasi)-nya laku. Artinya kita bisa meminta data dari negara lain terkait data perbankan,” kata Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/4).

Beberapa yang negara sudah menerapkan tax amnesty, diantaranya Italia, India, dan Spanyol. Namun negara-negara tersebut memiliki fundamental yang siap seperti sinkronisasi dalam regulasi dan kelembagaan yang sudah baik. Indonesia, kata Firdaus, pernah menerapkan tax amnesty pada 1980-an dan sunset policy (kebijakan pemberian fasilitas perpajakan) di 2008. “Tetapi tidak melahirkan basis data yang baik dan ketaaatan pajak, buktinya tax ratio masih dalam kisaran 11 hingga 12 persen,” kata dia.

Saat ini baik pemerintah maupun DPR terkesan ngotot mempercepat pembahasan rancagan undang-undang (RUU) Tax Amnesty. Padahal menurut dia, tidak ada perencanaan jelas terkait skema penerapan tax amnesty. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tidak terlalu ngotot menerapkan kebijakan ini.

Dirjen Pajak, kata Firdaus, malah mementingkan bagaimana pembinaan dan tahun ini akan masuk ke penindakan penunggakan pajak. Dalam konteks obrolan politik, disebut-sebut ada barter pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Tax Amnesty dan RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Firdaus pun mempertanyakan siapa kira-kira yang berpotensi melakukan penyimpangan pajak. “Siapa kira-kira yang memiliki potensi penyimpangan pajak? Pengusaha dan polisi. Untuk konteks Indonesia, seberapa kenal relasi antara pengusaha dan penguasa, antara DPR dan perusahaan, atau partai politik dan perusahaan? Sangat kental. Kalau ditanya motivasi, ya mungkin lebih kental kepentingan itu dibanding ketaatan pajak,” kata dia.

Baca juga: Pemerintah Disarankan Naikkan Tarif Tebusan Pengampunan Pajak

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement