REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Strategi pengembangan perbankan syariah Indonesia dinilai harus diubah karena pangsa pasarnya belum menembus lima persen. Edukasi masyarakat jadi strategi jangka panjang agar pertumbuhan sektor ini berkualitas.
Dalam diskusi IFN Forum Asia baru-baru ini, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BNI Syariah Imam Teguh Saptono menuturkan, keuangan syariah Indonesia sudah berjalan dua dekade dari sejak pembentukan bank syariah nasional pertama. Pada periode tujuh tahun pertama antara 1992-1999, pertumbuhan aset perbankan syariah Indonesia mencapai 50 persen per tahun. Kemudian turun menjadi 32 persen per tahun di tujuh tahun kedua dan rata-rata pertumbuhan aset perbankan syariah per tahun menjadi hanya 8,8 persen per tahun di tujuh tahun ketiga.
Sudah tiga tahun belakangan pula pangsa pasar keuangan syarian mandek. Karena itu, ia menilai harus ada perubahan strategi agar sektor ini bisa lepas dari perangkap lima persen. Menurut dia, ada kesadaran kerja saat ini sudah membawa perbankan syariah hampir mencapi pangsa lima persen, tapi belum bisa tembus lebih tinggi.
Ia mengatakan memperbesar perbankan syariah nasional hanya bisa dilakukan dengan kerja bersama, termasuk edukasi. Nasabah syariah loyalis hanya 15 persen. Pajak juga diharapkan pro kepada perbankan syariah. Peran ulama, elemen yang paling dekat ke masyarakat juga diharapkan membantu. ''Memang harus menyelesaikan pekerjaan masing-masing untuk saling bantu,'' kata Imam.
Pembentukkan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), kata dia, memunculkan harapan. Peran lebih besar harus dibuat terutama pemerintah melalui KNKS terutama keberpihakan untuk meningkatkan pangsa pasar keuangan syariah di atas lima persen.