REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Variasi struktur syariah memberi peluang lebih luas proyek infrastruktur untuk dibiayai dari keuangan syariah. Ketua Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Jaenal Effendi membenarkan keuangan syariah lebih cocok untuk membiayai infrastruktur. Sebab, sistem syariah yang dijadikan pijakan menjadi dasar kepercayaan lebih besar.
Selain struktur yang sudah ada, struktur akad seperti mudharabah dan musyarakah bisa juga dimanfaatkan. "Akad akan tergantung proses yang ingin ditempuh. Kalau pemerintah ingin melibatkan beberapa mitra dan menggarap bersama, musyarakah bisa digunakan," ungkap Jaenal.
Dari acuan 14 struktur dari Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), empat di antaranya sudah digunakan Pemerintah Indonesia yakni ijarah lease and sale back, ijarah asset to be leased, ijarah al-khadamat dan wakalah.
Penggunaan struktur syariah dalam pembiayaan proyek infrastruktur nasional juga menunjukkan keberpihakan yang lebih besar kepada sektor keuangan syariah. Apalagi, dengan penerbitan rutin, sukuk ritel jadi andalan.
"Yang membedakan struktur syariah dengan konvensional adalah adanya underlying riil sehingga menghilangkan unsur ketidakpastian. Hal itu tidak ada pada konvensional," kata Jaenal.
Dengan sukuk yang punya struktur syariah, pembiayaan yang diterima dan beban utang pelaksana proyek pun jadi terukur. Penerbitan sukuk tidak boleh melebihi nilai underlying asset yang digunakan.
Sebelumnya, PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) menilai struktur pembiayaan syariah merupakan yang paling cocok untuk pembangunan infrastruktur karena harus berbasis aset riil dibanding pinjaman komersial yang sifatnya jangka pendek. Karena pembangunan infrastruktur terbagi dalam beberapa fase, bank bisa masuk di fase tertentu.