REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri perawatan dan perbaikan pesawat terbang di Indonesia kekurangan tenaga kerja. Idealnya industri tersebut membutuhkan sekitar 1.000 tenaga kerja ahli setiap tahun, namun saat ini hanya mampu menyerap 300 tenaga kerja per tahun untuk 70 perusahaan Maintenance, Repairing, and Operation (MRO) Indonesia.
"Sampai 15 tahun ke depan, kami membutuhkan sekitar 12 ribu sampai 12 ribu tenaga kerja agar industri ini bisa berdaya saing," ujar Ketua Indonesia Aircraft Maintenance Services Association (IAMSA) Richard Budihadianto di Jakarta, Ahad (3/4).
Richard menjelaskan, untuk mempersiapkan tenaga ahli di bidang perawatan dan perbaikan pesawat terbang merupakan tantangan besar. Sebab, dibutuhkan waktu lima tahun untuk mencetak sumber daya manusia yang ahli di bidang industri tersebut. Apalagi, pertumbuhan industri pesawat terbang cenderung lebih cepat ketimbang pertumbuhan industri perawatan dan perbaikan pesawat. Dengan asumsi perusahaan MRO menambah kapasitas dua kali lipat dalam dua tahun ke depan, penyerapan tenaga ahli masih sekitar 40 persen.
Menurut Richard, kurangnya tenaga ahli di bidang perawatan dan perbaikan pesawat terbang membuat industri ini memiliki keterbatasan untuk memperluas kapasitasnya di dalam negeri. Oleh karena itu, Richard berharap pemerintah memberikan dukungan untuk meningkatkan jumlah tenaga ahli di bidang perawatan dan perbaikan pesawat terbang dengan mendirikan politeknik khusus aviasi.
"Tenaga kerja di bidang ini harus high skill license dan diatur dengan regulasi internasional, sehingga tidak bisa sembarangan," kata Richard.