REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu bertindak tegas menyelesaikan kisruh operasional taksi berbasis aplikasi bila sampai batas waktu status quo pada 31 Mei 2016, belum juga memenuhi ketentuan yang berlaku. Ahli transportasi Djoko Setijowarno mengatakan selama ini taksi berbasis aplikasi dinilai tidak transparan menjalankan usahanya.
"Jika sampai batas waktu, mereka tidak juga memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan, pemerintah berhak menghentikan kegiatan operasinya," ujar Djoko di Jakarta, Selasa (29/3).
Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini mengingatkan bahwa pemerintah akan kesulitan mengontrol jumlah armada taksi berbasis aplikasi. Alasannya, pelaku taksi berbasis aplikasi ini tidak mendaftarkan usahanya kepada pemerintah daerah.
Ia juga mengingatkan kehadiran taksi berbasis aplikasi dapat mengancam kelangsungan usaha angkutan umum di Jakarta dan kota-kota lain. Padahal sebagian besar pelaku usaha angkutan umum termasuk usaha skala menengah, serta melibatkan hajat hidup masyarakat bawah. Kehadiran usaha angkutan umum dinilainya sebagai jaringan perekat sosial, kalau sampai dimatikan tentunya akan mengganggu stabilitas keamanan.
Pemerintah diharapkan menghentikan sementara seluruh angkutan barbasis aplikasi sampai seluruh perizinannya dipenuhi. Bahkan, bajaj saja meskipun wilayah operasinya dibatasi memiliki izin resmi. "Jadi harus ada kesetaraan perlakuan untuk semua angkutan," kata Djoko menegaskan.
Merujuk pada undang-undang, Djoko menyatakan, operasional angkutan umum termasuk taksi mesti memberikan jaminan keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi penumpangnya. Karena itulah, semua penyelenggara angkutan umum harus mengantongi izin usaha, bukan sekadar berbentuk badan usaha. Itu sebabnya, UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 tahun 2009 secara tegas mengatur hal tersebut. "Bahkan polisi dapat menilang kendaraan pelat hitam yang dijadikan angkutan umum," kata Djoko menjelaskan.
Jika ingin tetap beroperasi, Djoko mengatakan, operator taksi berbasis aplikasi harus mengikuti peraturan perundangan mengenai angkutan umum. Seperti taksi sebagai angkutan umum, Menteri Perhubungan telah mengatur melalui peraturan Nomor 35 tahun 2003. Peraturan itu di antaranya menyebutkan angkutan taksi adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu.
Baca juga: Jonan: Legalitas Taksi Daring demi Keamanan dan Keselamatan