REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Legal Manager PT Grab Indonesia Tedi Prianto mengaku berkomitmen untuk segera mendorong mitranya agar mendapatkan seluruh perizinan beroperasi sebagai angkutan umum.
Ia menegaskan, pihaknya merupakan perusahaan penyedia aplikasi, bukan perusahaan transportasi. Penyedia transportasi itu, ia katakan, mitra Grab yang terdiri atas kendaraan bermotor. Sedangkan untuk mobil berpelat hitam, penyedianya koperasi yang bernama Perkumpulan Pengusaha Angkutan Republik Indonesia (PPRI).
"Penyedia aplikasi, kita ke mitra, kan ada koperasinya, kalau baca UU No 22 Tahun 2009, penyedia jasa transportasi harus berbadan hukum tidak bisa Individu. Untuk mengakomodasi yang individu, mitra kita menyediakan koperasi sehingga nanti individu-individu ini menjadi anggota dan menjalankan menyediakan jasa transportasi atas nama koperasi," ujarnya seusai jumpa pers di kantor Kemenhub, Jakarta, Rabu (23/3).
Ia menjelaskan, wadah yang dibentuk bernama koperasi jasa perkumpulan Pengusaha Angkutan Republik Indonesia (PPRI) yang prosesnya dimulai sejak Desember lalu dan mendapat pengesahan dari Kemenko Polhukam pada Rabu pekan lalu.
Ia menerangkan, meski pelat hitam, masih bisa beroperasi menjadi transportasi umum. "Bisa lihat di Keputusan Menteri Nomor 35 Tahun 2003, di situ dibilang bahwa transportasi umum berpelat hitam," lanjutnya.
Mengenai tarif, ia mengaku sudah menyampaikan masalah tarif itu kesepakatan antara pengguna dan pengemudi. Kita juga lihat demand sama suplai juga nih, makanya kita ada konsep namanya search pricing," katanya menambahkan.
Saat disinggung berapa banyak jumlah mitra transportasi Grab, ia enggan membeberkan. "Saya nggak bisa sebut itu," ujar dia menegaskan.