REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut, diperlukan koordinasi antara pusat dan daerah dalam mengantisipasi alihfugsi lahan pertanian menjadi areal non pertanian.
Utamanya dalam menerapkan Undang-Undang No 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan peraturan turunannya.
"Amanat UU, masing-masing pemda harus memasukkan luasan areal pertanian dalam rancana tata ruang dan wilayahnya sebagai lahan berkelanjutan," kata Direktur Perluasan dan Pengolahan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Prasetyo Nuchsin, Kamis (25/11).
Nantinya lahan itu yang dijaga dan dikembangkan. Tapi nyatanya saat ini revisi rencana tata ruang dengan memasukkan wilayah produksi pangan belum banyak dilakukan Pemda. Pengawasan soal ketaatan daerah melaksanakan UU tersebut berada dalam koordinasi Kementerian Dalam Negeri.
Di sisi lain, Kementan akan terus melakukan pembukaan lahan di sejumlah wilayah. Termasuk di Merauke. Pada awal 2016 akan dibuka sawah seluas dua ribu hektare.
Posisinya saat inu masih dalam tahap land clearing. Pembukaan sawah juga diagendakan di Jawa Barat seluas 2.500 hektare.
"Masing-masing wilayah ada program pembukaan sawah baru, tapi rinciannya saya tidak hapal," ujarnya.
Total rencana pembukaan sawah baru se-Indonesia di 2016 yakni seluas 200 ribu hektare. Perluasan lahan tersebut guna menambah lahan sawah baku yang sudah ada saat ini sebanyak lebih dari 9,2 juta hektare. Penggunaan teknologi pertanian guna meningkatkan produktivitas.
Anggota Komisi IV DPR RI Rofi Munawar meminta pemerintah serius mencegah alihfungsi lahan pertanian yang tak terkendali. Khususnya untuk Kementan, ia mendesak agar segera melakukan pendataan alih fungsi lahan pertanian.
"Dengan data yang akurat, kebijakannya juga akan tepat dalam mencapai kedaulatan pangan lebih efektif dan efisien," kata dia.
Alihfungsi lahan pertanian, lanjut dia, kebanyakan dilakukan untuk pemukiman penduduk, pembangunan infrastruktur publik serta sarana industri di Indonesia.
Luasannya cukup mengkhawatirkan yakni hingga 100 ribu hektare setiap tahun. Artinya, regulasi yang digulirkan tidak dibarengi komitmen dalam penerapan.
Ia memaparkan, regulasi yang dimaksud yakni UU No 41/2009 tentang PLP2B. Keberadaannya dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah di antaranya PP No. 1/2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No 12/2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No. 25/2012 tentang Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan PP No. 30/2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Selain itu diterbitkan pula Peraturan Menteri Pertanian No 07/Permentan/OT.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Rofi lantas mendorong Kementan melakukan strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian berbasis partisipasi masyarakat. Ia terdiri dari instrumen hukum, instrumen ekonomi, zonasi dan inisiatif masyarakat.
Selain itu, memperkuat aspek kelembagaan dalam mewujudkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang berbasis masyarakat.