REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Perselisihan antara asosisasi produsen baja Eropa (Eurofer) dengan dua negara pengimpor baja yaitu Cina dan Rusia masih berlanjut. Kali ini Cina meminta agar persoalan ini dikembalikan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai lembaga tertingi dalam hal perdagangan.
Dilansir Reuters, Sabtu (6/2), Departemen Perdagangan Cina meminta agar Uni Eropa bisa menyerahkan semua hal mengenai permasalahan tersebut kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menanggapi laporan Komisi Eropa (EC) mengenai adanya tuduhan dumping atas impor baja dari Cina.
Anggota WTO juga diminta untuk memenuhi kewajiban mereka dan berhenti menggunakan 'negara pengganti' untuk mencari kebenaran mengenai persoalan dumping baja. Komisi Eropa sendiri yang telah melakukan penyelidikan menyebut telah melakukan sejumlah investigasi menyusul penyelidikan tuduhan dumping baja oleh kedua negara tersebut.
Penyelidian dari Komisi Eropa atas keluhan Eurofer menyebut bahwa Rusia dan Cina telah melakukan dumping baja. Kedua negara ini menjual baja di bawah harga pasar atau di bawah biaya produksi Uni Eropa. Hal ini membuat rusak indusri lokal Eropa.
Harga baja Cina dan Rusia yang jauh dibawah harga pasar diprediksi karena negara ini tengah mengalami kelebihan kapasitas produksi telah mendorong ekspor Cina meningkat 50 persen ke rekor 93,8 juta ton pada tahun lalu. Sementara, nilai tukar Rubel, mata uang Rusia yang semakin rendah telah meningkatkan daya saing industri baja negara tersebut.
Adapun pelemahan nilai tukar Euro yang terjadi justru semakin meningkatkan permintaan impor baja, seiring dengan penawaran harga yang aktraktif dari produsen Cina.
Sepanjang tahun lalu Eropa telah mengeluarkan sejumlah langkah anti-dumping untuk sejumlah produk baja. Langkah ini mengikuti kebijakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam menekan impor baja murah.