REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat kemampuan atau daya beli petani menurun di awal tahun 2016. Hal ini ditandai dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang merosot 0,27 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Pada bulan Januari, penurunan terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1,22 persen. Sementara Maluku mengalami kenaikan tertinggi dengan 0,92 persen.
Penurunan ini dipengaruhi oleh turumnya NTP pada siga subsektor, yaitu subsektor holtikulura sebesar 0,44 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,80 persen dan subsektor peternakan sebesar 0,12 persen. Sedangkan subsektor yang mengalami kenaikan adalah tanaman pangan sebesar 0,01 persen dan perikanan sebesar 0,21 persen.
"Kenaikan di bidang perikanan ini disebabkan banyak faktor. Yang paling kuat dikarenakan penurunan harga BBM jenis solar yang digunakan nelayan," ujar Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta, Senin (1/2).
Sementara dalam perkembangan harga gabah dan beras di penggilingan Januari 2016, Suryamin mengatakan, dari data yang diterima BPS di awal tahun, harga gabah kering di petani mencapai Rp 5.200 per Kg. Nilai ini naik sebesar 1,72 persen. Sementara harga beras medium di penggilingan meningkat hingga Rp 9.500 per Kg, naik 1,03 persen di bandingkan Desember 2015.
"Kalau year to year (YoY) dari 2015 untuk beras kualitas premiun naik 5,20 persen, medium naik 3,54 persen dan kualitas rendah naik 5,87 persen," kata Suryamin.
Di sisi lain, Suryamin menyebut sejauh ini tidak ada penjualan gabah kering panen (GKP) maupun gabah kering giling (GKG), yang menjual keduanya di bawah harga pembelian pemerintah.
Sedangkan pada transaksi penualan gabah kualitas rendah atau 15,58 persen dari keseluruhan transaksi gabah selama 2016, Provinsi Jawa timur menjadi daerah tertinggi penjualan gabah kualitas rendah.