REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah akan merevisi target pendapatan negara dalam APBN-P menyusul turunnya harga minyak dunia. Sebab, penurunan harga minyak dunia juga akan berimbas pada penurunan penerimaan dan belanja negara.
"Ya, ya nanti akan direvisi," kaya JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (28/1).
Menurut JK, pemerintah juga selalu melakukan evaluasi harga BBM tiap tiga bulan sekali.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro berencana menurunkan asumsi harga minyak Indonesia dari 50 dolar AS per barel menjadi 30-40 dolar AS per barel dalam Rancangan APBN Perubahan 2016.
Penurunan itu, kata Bambang, dipicu anjloknya harga minyak dunia di pasar global dalam beberapa waktu terkhir. Menurut dia, penurunan harga minyak dunia akhir-akhir ini sudah pasti akan menurunkan pendapatan negara, khususnya dari sektor minyak dan gas bumi (migas).
Pendapatan negara dari sektor migas meliputi Pajak Penghasilan (PPh) migas, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas, dan PNBP lainnya dari kegiatan hulu migas. Turunnya pendapatan negara tersebut juga bisa berdampak pada belanja pemerintah. Namun, Bambang masih enggan memastikan berapa penurunan postur fiskal akibat penurunan harga minyak dunia tersebut.
Bambang memastikan pemerintah akan mengajukan Rancangan APBN-P 2016 ke parlemen dengan target pembahasan akan selesai pada kuartal pertama 2016. Perubahan postur pendapatan negara juga menunggu pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang diyakini akan menambah pundi-pundi penerimaan negara dari dalam dan luar negeri.
Total pendapatan negara dalam APBN 2016 ditargetkan sebesar RP 1.822,5 triliun dengan belanja sebesar Rp 2.095,7 triliun. Adapun dalam asumsi makro APBN, penurunan harga minyak dunia akan berimbas pada perubahan asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan lifting migas. Dalam APBN 2016, ICP diasumsikan sebesar 50 dolar AS per barel, sedangkan lifting migas 830 ribu barel per hari.