REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak global anjlok sekitar tujuh persen pada akhir perdagangan Senin (28/3/2022) atau Selasa (29/3/2022) pagi WIB. Kebijakan Pemenerintah Kota Shanghai untuk melakukan penguncian guna mengekang lonjakan infeksi Covid-19, memicu kekhawatiran baru akan kehancuran permintaan minyak dunia.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei tergelincir 8,17 dolar AS atau 6,8 persen, menjadi menetap di 112,48 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April merosot 7,94 dolar AS atau sekitar 7,0 persen, menjadi ditutup di 105,96 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka telah bergejolak sejak invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari. Pekan lalu, Brent melonjak hampir 12 persen, sementara WTI terangkat hampir 9,0 persen.
Shanghai telah memasuki penguncian dua tahap dari 26 juta orang pada Senin (28/3/2022) dalam upaya untuk mengekang penyebaran Covid-19. Para pejabat menutup jembatan dan terowongan serta membatasi lalu lintas jalan raya.
"Ketakutan bahwa penguncian dapat menyebar dikombinasikan dengan likuidasi yang lama telah mengakibatkan penurunan pasar lebih lanjut," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
"Permintaan minyak di China, importir minyak mentah terbesar secara global, diperkirakan 800 ribu barel per hari (bph) lebih rendah dari biasanya pada April," kata Bjarne Schieldrop, kepala analis komoditas di bank SEB.
Harapan untuk kemajuan dalam negosiasi damai antara Rusia dan Ukraina, yang dapat dimulai di Turki pada Selasa, juga membebani harga. Namun, analis memperkirakan sentimen lebih bullish ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, bertemu pada Kamis (31/3/2022) untuk membahas rencana peningkatan 432.000 barel per hari pada kuota produksi.
OPEC+ kemungkinan akan tetap pada rencananya untuk peningkatan moderat dalam produksi minyaknya pada Mei, beberapa sumber yang dekat dengan kelompok itu mengatakan, meskipun ada lonjakan harga karena krisis Ukraina dan permintaan dari konsumen untuk pasokan lebih banyak.
Sementara itu defisit pasokan membayangi dengan volume spot April minyak mentah Rusia diperkirakan akan kesulitan untuk menemukan pembeli, kata para analis. Aliran minyak mentah Rusia sedikit terpengaruh pada Maret karena sebagian besar volume menyusut sebelum konflik.
Penurunan pesanan minyak Rusia akan diganti dengan kontrak dari negara-negara Asia Tenggara, kantor berita Rusia TASS mengutip juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Senin (28/3/2022). Negara-negara seperti India dan China masih membeli minyak mentah Rusia dan perusahaan energi negara Indonesia PT Pertamina telah menjadi yang terbaru mengumumkan sedang mempertimbangkan untuk membeli minyak Rusia.
Baca juga : Survei IPO: Erick Thohir Menteri Berkinerja Paling Baik
Namun, analis masih memperkirakan pasar minyak merasakan efek dari penghindaran luas minyak Rusia."Ekspektasi adalah bahwa 2,5 juta barel per hari minyak mentah dan produk Rusia akan hilang pada April," kata Schieldrop dari SEB, menambahkan bahwa kekurangan minyak diesel akan meningkatkan permintaan minyak mentah Brent dan minyak mentah light sweet.
"Minyak tidak boleh ditahan dari negara mana pun karena dunia sangat membutuhkan pasokan," menteri energi Uni Emirat Arab Suhail al-Mazrouei mengatakan pada Senin (28/3/2022). Stok minyak mentah OECD berada pada level terendah sejak 2014.
Untuk membantu mengurangi pasokan yang ketat, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan pelepasan minyak lagi dari Strategic Petroleum Reserve (SPR), tetapi itu bisa dibatasi mengingat persediaan yang sudah rendah.
Baca juga : Kemenperin Pastikan Produk Minyak Goreng Aman Saat Ramadhan