REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menunggu respon PT Freeport Indonesia untuk memenuhi persyaratan izin ekspor konsentrat tembaga yang batas waktunya jatuh pada 26 Januari 2016.
Freeport diminta untuk membayarkan uang jaminan pembangunan fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter sebesar 530 juta dolar AS atau Rp 7,3 triliun. Selain itu, perusahaan asal AS ini wajib membayar bea keluar sebesar 5 persen.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyebutkan, pemerintah telah mengirimkan surat kepada pihak Freeport untuk memberi tahu kebijakan pemerintah perihal ini. Ia meminta agar menunggu respon Freeport terlebih dahulu, baru memutuskan sikap selanjutnya.
"Saya kira kita akan tunggu respon mereka, kita bagaimanapun regulasinya jelas. Jadi kita ikutin regulasinya aja," kata Sudirman.
Selain itu, Sudirman menegaskan pemerintah akan tetap mengupayakan fasilitas smelter bisa kelar pada 2017 nanti. Smelter Freeport sedang dibangun di Gresik, Jawa Timur, dengan investasi sebesar 2,3 miliar dolar AS. Saat ini progress pembangunan baru 14 persen, jauh di bawah target saat ini 60 persen.
"Kita tunggu. Mereka boleh dapat izin ekspor kalau apa-apa yang tadi disampaikan pemerintah dipenuhi. Saya kira sangat masuk akal, karena kalau persentase smelternya belum sampai maka ada tarifnya kan," kata Sudirman.
Saat ditanya apa sikap pemerintah apabila Freeport tidak memenuhi syarat yang diajukan pemerintah, Sudirman menjawab singkat, "Mudah-mudahan mereka merespon."