REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Freeport Indonesia terancam tidak mendapat perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga pada 26 Januari besok.
Hal ini karena Freeport belum membayarkan uang jaminan kesanggupan pembangunan fasilitas pemurnian mineral tambang senilai 530 juta dolar AS atau sekitar Rp 7,3 triliun.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot menegaskan, pihaknya tidak akan memberikan toleransi khusus kepada perusahaan asal AS itu.
Ia mengatakan, pemerintah tetap berpegangan pada dua syarat yang diajukan kepada Freeport, yakni uang jaminan smelter senilai Rp 7,3 triliun dan bea keluar 5 persen. Bila keduanya tidak dipatuhi, Bambang melanjutkan, konsekuensi bagi Freeport jelas tidak mendapat izin ekspor.
"Ya kalau belum ada tetap belum ada izin. Itu diberikan izin kalau syarat dipenuhi. Ya kalau belum dipenuhi ya gak dikeluarkan izin," katanya, Senin (25/1).
Bambang melanjutkan, pada prinsipnya, Freeport akan mendapat izin apabila dia syarat itu dipenuhi. Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said menjelaskan bahwa Freeport dibebani dana jaminan kesanggupan smelter lantaran hingga Januari 2016 ini Freeport tidak mencapai target pembangunan smelter.
Harusnya, awal tahun ini perkembangan pembangunan smelter mencapai 60 persen. Namun faktanya, freeport hanya sanggup mengejar 14 persen pembangunan smelter. Selain dana kesanggupan, Freeport juga dikenai bea keluar untuk ekspor sebesar 5 persen.