Senin 11 Jan 2016 14:47 WIB

Devaluasi Yuan Masih akan Berlanjut di 2016

Rep: Binti Sholikah/ Red: Nidia Zuraya
Karyawati menunjukkan mata uang Yuan di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Senin (30/11).  (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menunjukkan mata uang Yuan di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Senin (30/11). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Perlambatan ekonomi Cina masih menjadi tantangan utama global di tahun 2016. Cina diperkirakan masih akan melakukan devaluasi mata uang yuan.

Ekonom sekaligus Direktur Penelitian KENTA Institute, Eric Sugandi, menjelaskan, devaluasi yuan menjadi salah satu langkah untuk internasionalisasi yuan dan memasukkan yuan menjadi mata uang special drawing right (SDR) atau mata uang yang dapat digunakan untuk transaksi global. Devaluasi yuan juga sebagai langkah untuk membuat ekspor Cina lebih kompetitif.

“Di sisi lain kalau mata uang Cina mau di-internasionalisasi harus disamakan dengan nilai mata uang internasional. Saat ini yuan masih over valued, sehingga ke depan devaluasi yuan masih akan terjadi,” jelasnya dalam paparan Indonesia’s Outlook 2016 di Jakarta, Senin (11/1). 

Dengan masuknya yuan menjadi mata uang SDR, maka keinginan Cina untuk memiliki cadangan devisa dalam dolar AS berkurang. Selain itu, juga ada kekhawatiran capital outflow sebesar 1,3 triliun dolar AS dari pasar finansial Cina. Pengurangan kepemilikan SUN dalam dolar AS akan dilakukan secara bertahap. 

“Tapi saya tidak khawatir dengan itu karena Cina sudah lama ngomongin ini,” ucapnya.

Disamping itu, kemungkinan Cina tidak akan menggunakan fix exchange rate, sehingga keinginan untuk punya cadangan devisa dalam dolar AS berkurang. Negara yang menggunakan fix exchange rate harus mempertahankan nilai tukar tertentu. Tapi jika mengambangkan mata uang tidak ada kewajiban tersebut.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement