Rabu 22 Aug 2018 14:33 WIB

Bank Sentral Cina Bantah Sengaja Lemahkan Yuan

Donald Trump menuduh Cina memanipulasi nilau tukar yuan

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Mata Uang Cina, Yuan
Foto: xinhua.net
Mata Uang Cina, Yuan

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Seorang pejabat senior bank sentral Cina mengatakan, nilai tukar yuan ditetapkan oleh pasar. Hal itu sekaligus menyanggah klaim Presiden Donald Trump bahwa negeri Tirai Bambu memanipulasi mata uang.

Direktur Kebijakan Moneter People's Bank of China Li Bo mengatakan, tidak akan menggunakan mata uang Yuan sebagai senjata dalam perang dagang. "Kami tidak akan menggunakan kebijakan untuk mendevaluasi yuan dan kami tidak akan menggunakan nilai tukar sebagai senjata untuk bereaksi terhadap tekanan eksternal dari konflik perdagangan," kata Li seperti dikutip dari CNBC, Rabu (22/8).

Sebelumnya, Trump mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Cina memanipulasi yuan lebih rendah untuk menebus tarif yang dikenakan oleh AS atas barang-barangnya. "Saya pikir Cina memanipulasi mata uang mereka, tentu saja," katanya.

Yuan telah jatuh tajam terhadap dolar karena perang perdagangan antara kedua negara meningkat musim panas ini. Awal bulan ini, dolar diperdagangkan hampir 7 yuan per dolar AS. Level itu tidak pernah terlihat dalam satu dekade. Pada Selasa (21/8), nilai tukar yuan adalah 6,86 yuan per dolar AS. Dolar telah menguat karena Federal Reserve menaikkan suku bunga.

Trump telah menuduh Cina melakukan manipulasi mata uang di masa lalu. Mata uang yang lebih lemah membuat barang-barang suatu negara lebih menarik bagi pembeli luar negeri, sehingga secara paksa mendorongnya akan mengimbangi efek apa pun dari tarif yang dikenakan oleh orang lain.

Mata uang yang melemah juga memiliki sisi negatif yakni pelarian modal ke luar negeri. Hal itu sesuatu yang coba dihentikan Cina.

Para pejabat Cina diperkirakan akan berada di Washington akhir pekan ini untuk memperbarui pembicaraan perdagangan dengan AS karena tarif AS baru sebesar 16 miliar dolar AS atas barang-barang Cina seharusnya dimulai pada Kamis mendatang. Cina pun berjanji akan melakukan retaliasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement