Selasa 17 Apr 2018 06:54 WIB

Trump Sebut Cina dan Rusia Mainkan Mata Uang

Dengan pelemahan nilai mata uang, maka ekspor kedua negara tersebut lebih kompetitif.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh Rusia dan Cina mendevaluasi mata uang mereka saat AS menaikkan suku bunga.

"Rusia dan Cina memainkan gim devaluasi mata uang saat AS terus menaikkan suku bunga. Tidak bisa diterima!" katanya pada cicitan di Twitter.

Cicitan Trump tersebut mengacu pada keuntungan perdagangan yang tidak adil. Jika mata uang suatu negara sangat rendah, ekspornya lebih kompetitif.  Suku bunga AS yang lebih tinggi pada umumnya akan meningkatkan nilai dolar dan membuat ekspor AS lebih mahal.

Sejak Trump menjabat pada Januari 2017, dolar telah melemah secara substansial terhadap sebagian besar mata uang, termasuk yuan Cina dan rubel Rusia.

 

Baca juga,  Cina Kenakan Tarif Khusus 100 Jenis Barang Impor AS.

 

Terhadap yuan, dolar telah jatuh sebesar 8,6 persen sejak 20 Januari 2017. Namun menguat 4,5 persen terhadap rubel. Hingga AS mengumumkan sanksi pada oligarki Rusia awal bulan ini, dolar telah melemah hampir empat persen terhadap mata uang Rusia. Keuntungan tersebut berbalik karena adanya penurunan hingga 8,4 persen pada 9 dan 10 April.

Departemen Keuangan AS dalam laporannya akhir pekan lalu menahan diri dari penyebutan mitra dagang sebagai manipulator mata uang. Laporan tersebut muncul ketika pemerintahan Trump mengejar tarif potensial, negosiasi dan pembatasan lain untuk memangkas defisit perdagangan dengan Cina.

Laporan tersebut tidak menyebutkan ancaman Trump baru-baru ini untuk memberlakukan tarif miliaran dolar atas barang-barang Cina atau menunggu pembatasan oleh Departemen Keuangan  atas investasi Cina di AS.

Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan, Cina berada dalam daftar pantauan Departemen Keuangan AS karena berpotensi memanipulasi mata uang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement