REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia menilai belanja pemerintah masih menjadi sumber pertumbuhan Indonesia pada 2016, di tengah tingginya tekanan ekonomi global yang bisa menghambat kinerja ekspor dan aliran investasi.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves, dalam paparan ekonomi kuartalan di Jakarta, Selasa (15/12), mengatakan reformasi anggaran telah tampak pada postur fiskal anggaran 2016, dengan relokasi ke pagu belanja modal yang cukup besar. "Investasi (pemerintah) lebih banyak guna membangun infrastruktur, layanan kesehatan, dan program bantuan sosial. Hal itu dapat memperkuat proyeksi pertumbuhan dan membantu masyarakat miskin dan rentan," ujarnya.
Belanja modal Indonesia, menurut data Kementerian Keuangan, meningkat menjadi 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto pada 2016, dibanding 2015 yang sebesar 2,2 persen. Salah satu pagu belanja modal, yakni belanja infrastruktur mencapai Rp 313,4 triliun.
Namun, Chaves mengingatkan, tingginya belanja modal di 2016 tersebut, harus diimbangi upaya pemerintah dalam menggenjot penerimaan. Dia menilai target pendapatan negara tahun depan sebesar Rp 1.822 triliun bisa sangat sulit tercapai karena tekanan ekonomi global yang masih membayangi.
"Jika penerimaan pemerintah pada 2016 tetap lemah, momentum belanja infrastruktur publik untuk mendorong perekonomian bisa terancam," ujarnya.
Di sisi lain, efek dari tujuh paket kebijakan ekonomi pemerintah, ujar Chaves, akan mulai terasa di akhir tahun ini dan berlanjut di 2016. Kebijakan yang banyak menyasar deregulasi perizinan dan juga beberapa program pemerataan, lanjutnya, bisa menambah daya imunitas ekonomi domestik dari ancaman volatilitas global, serta mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi pada 2016.
"Apabila reformasi dilanjutkan dan implementasinya efektif, Indonesia dapat menjaga diri dari potensi volatilitas dan menikmati pertumbuhan lebih tinggi pada 2016," ujarnya.