REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika (Fed Fund Rate) dinilai masih ditunggu oleh para investor. Meski begitu, kenaikan suku bunga Fed ini telah menjadi ekspektasi pasar, sehingga akan membuat ketidakpastian di pasar semakin tinggi.
"Tetapi, yang terjadi saat ini adalah lebih kepada jangka waktu dinaikkannya," ujar Analis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Riset Konsultasi, Guntur Tri Haryanto, Selasa (1/12).
Menurutnya, rencana kenaikan Fed Rate dan penguatan dolar AS sudah cukup terefleksi dalam penjualan bersih (net sell) saham sepanjang tahun yang telah mencapai Rp 21 triliun. Ia menilai, dalam hal ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah cukup terkoreksi dalam sepanjang tahun ini.
Guntur mengatakan, kalau pun masih ada penambahan net sell di sepanjang Desember ini, seharusnya tidak akan banyak lagi. Memang, pada kenyataannya pada penjualan saham kemarin, Senin (30/11), terjadi net sell hingga mencapai Rp 1,45 triliun yang dimotori oleh Merrill Lynch.
"Menanggapi kondisi ekonomi global, dengan kemungkinan kenaikan Fed rate dan adanya divergensi bank sentral, sebagian pengelola dana global melakukan rebalancing portofolionya terutama yang ada di pasar berkembang," paparnya.